Sidang gugatan perdata senilai Rp 642 miliar terhadap PT Jaya Beton Indonesia (JBI) yang kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Sidang gugatan perdata senilai Rp 642 miliar terhadap PT Jaya Beton Indonesia (JBI) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (29/10/2024).
Dalam sidang yang berlangsung di Ruang Cakra 5 tersebut, Bambang H Samosir SH MH, Dwi Ngai Sinaga SH MH dan rekan selaku kuasa hukum penggugat, Lindawati dan Afrizal, menghadirkan Ali Amran sebagai saksi fakta yang memberikan kesaksian terkait dugaan penguasaan lahan diduga secara ilegal oleh PT JBI.
Ali Amran mengungkapkan bahwa lahan sengketa seluas 13 hektar tersebut merupakan bagian dari total 46 hektar lahan milik Rajasa Juli, yang sebagian besar telah dijual kepada investor Malaysia.
"Lahan yang tersisa seluas 13 hektar ini tetap menjadi milik Rajasa Juli dan tidak pernah dijual kepada PT Jaya Beton," jelas Ali Amran di hadapan majelis hakim.
Saksi juga menjelaskan bahwa penguasaan lahan oleh PT JBI terjadi tanpa proses jual beli atau kesepakatan legal lainnya. Menurutnya, tanah tersebut tiba-tiba ditembok oleh PT JBI tanpa izin dari pemilik yang sah, yaitu Rajasa Juli.
"Ini adalah bentuk pelanggaran hukum yang jelas, karena tidak ada dasar sah yang mengizinkan PT Jaya Beton Indonesia menguasai tanah tersebut," tegas Ali Amran.
Majelis hakim kemudian mempertanyakan apakah pernah ada upaya penyelesaian damai antara kedua belah pihak. Menanggapi hal ini, Ali Amran menyebutkan bahwa PT JBI sempat mengajukan tawaran perdamaian pada tahun 2019 dengan nilai Rp 7.500 per meter.
Namun, tawaran tersebut ditolak oleh Rajasa Juli karena dianggap tidak sebanding dengan nilai pasar tanah tersebut.
"Rajasa Juli merasa bahwa tawaran tersebut terlalu rendah dan tidak mencerminkan nilai sebenarnya dari lahan tersebut," tambah Ali Amran.
Upaya hukum oleh penggugat sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2017 dengan mengajukan gugatan perdata, namun gugatan tersebut berakhir dengan putusan NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) yang berarti tidak dapat diterima oleh pengadilan karena alasan majelis gugatan tersebut harusnya diajukan ke PTUN.
Hal serupa terjadi pada gugatan yang diajukan oleh pemilik awal lahan, Nusril, pada tahun 2018, yang juga berakhir dengan putusan NO.
Lebih lanjut, pada tahun 2021, sebelum meninggal dunia, Rajasa Juli melaporkan PT JBI ke Polda Sumut atas dugaan penggunaan surat palsu terkait klaim atas lahan tersebut.
“Rajasa Juli menganggap bahwa ada indikasi manipulasi surat oleh PT Jaya Beton Indonesia, sehingga ia memutuskan untuk melaporkannya ke pihak berwenang,” ungkap Ali Amran.
Sidang ini dilanjutkan pada Selasa pekan depan dengan agenda mendengarkan saksi tambahan yang akan dihadirkan oleh tim kuasa hukum penggugat. (sh)