Terdakwa Notaris Dr Tiromsi Sitanggang saat menjalani persidangan dengan agenda tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Terdakwa Notaris Dr Tiromsi Sitanggang (58) dituntut dengan pidana mati oleh JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan dalam sidang di Ruang Cakra 4, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (8/7/2025).
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, tim jaksa penuntut umum (JPU) Risnawati Ginting didampingi Syarifah menilai terdakwa telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama Grippa Sihotang (masuk daftar pencarian orang / DPO) terhadap korban Rusman Maralen Situngkir, tidak lain adalah suami terdakwa Tiromsi.
“Telah memenuhi unsur Pasal 340 KUHPidana juncto Pasal 55 Ayata (1) je-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair,” urai Syarifah.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban yang juga suami terdakwa. Tiromsi yang berprofesi sebagai dosen dan telah menempuh pendidikan hingga Strata 3 bidang hukum dan bergelar Doktor sehingga terdakwa mengetahui tentang hukum,
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan mengundang perhatian publik, tidak mengakui perbuatannya sehingga menghambat proses penegakan hukum.
“Terdakwa menghilangkan nyawa korban karena hubungan keluarga tidak harmonis. Sedangkan hal meringankan, tidak ada,” tegas JPU Syarifah di hadapan hakim ketua Eti Astuti didampingi anggota majelis Lucas Sahabat Duha dan Deny Syahputra.
Hakim Eti Astuti kemudian memberikan kesempatan kepada terdakwa warga Jalan Gaperta, Kelurahan Helvetia Tengah, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan maupun penasihat hukumnya untuk memyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada persidangan pekan depan.
Diketahui dalam dakwaan diuraikan, Dr Tiromsi Sitanggang yang berprofesi sebagai dosen dan notaris ini diduga telah merencanakan pembunuhan terhadap suaminya sejak Februari 2024.
Hubungan rumah tangga pasangan tersebut disebut tidak harmonis. Korban pernah mengalami kekerasan fisik dan menceritakan kepada saksi bahwa dirinya sering diberi makanan basi oleh terdakwa.
Pada 17 Februari 2024, tanpa sepengetahuan korban, terdakwa mendaftarkan korban Rusman Maralen Situngkir sebagai tertanggung dalam polis asuransi jiwa di PT Prudential Life Assurance, dengan nilai klaim sebesar Rp 500 juta.
Untuk memenuhi persyaratan administrasi, terdakwa meminta anaknya, Angel Surya Nauli Sitanggang, mengambil foto korban sambil memegang kartu tanda penduduk (KTP).
Setelah polis asuransi aktif, pada 23 Februari 2024, korban diminta untuk menjalani pemeriksaan medis di Laboratorium Prodia. Jaksa menilai tindakan ini dilakukan terdakwa untuk mempercepat proses validasi asuransi guna memastikan pencairan dana jika korban meninggal dunia.
Peristiwa pembunuhan terjadi pada Jumat (22/3/2024), antara pukul 10.00 hingga 12.00 WIB di kediaman mereka. Terdakwa diduga bersekongkol dengan Grippa Sihotang yang kini masih DPO.
Pada pagi hari kejadian, Grippa Sihotang tiba di rumah terdakwa dan sempat berbicara empat mata dengan Dr Tiromsi. Hampir bersamaan, terdakwa meminta saksi Fanny Elisa Paramita Sitanggang, seorang karyawan di kantornya, untuk meninggalkan rumah dengan alasan membeli air galon dan memperbaiki resleting celana ke tukang jahit.
Sekitar pukul 10.30 WIB, saksi Surya Bakti alias Ucok, yang sedang bekerja di sekitar rumah, mendengar suara rintihan korban yang meminta tolong dalam bahasa Batak dari dalam rumah. Namun, saksi tidak mengerti makna ucapan tersebut dan melanjutkan pekerjaannya.
Ketika saksi Fanny Elisa kembali ke rumah, ia menemukan pintu dalam kondisi terkunci dengan rantai dari dalam, sesuatu yang tidak biasa terjadi.
Setelah berhasil masuk, ia mendapati terdakwa sedang membawa kantong kertas berisi celana hitam dan kembali menyuruhnya pergi dengan alasan mengambil sertifikat ke Universitas Sari Mutiara.
Sekitar pukul 11.15 WIB, terdakwa meminta bantuan saksi Mayline Cristina Hulu alias Memey, seorang pemilik salon di sebelah rumahnya. Ketika saksi masuk ke rumah, ia melihat korban sudah tergeletak di lantai dengan posisi kepala miring dan darah keluar dari telinga kirinya. Saat ditanya, terdakwa menyatakan bahwa suaminya pingsan.
Korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Advent Medan menggunakan mobil Toyota Kijang yang dikemudikan oleh saksi Zulkarnaen alias Zul. Namun, saat tiba di rumah sakit sekitar pukul 12.00 WIB, korban dinyatakan meninggal dunia.
Saat ditanya oleh petugas medis di Rumah Sakit Advent, terdakwa mengklaim bahwa suaminya meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di depan rumah. Namun, pihak keluarga korban menemukan sejumlah kejanggalan.
Saksi Anggiat Situngkir dan Ir Haposan Situngkir tak lain adalah abang kandung korban yang datang ke rumah sakit melihat adanya luka di kepala, tangan, dan bibir korban sempat curiga dan meminta dilakukan visum et repertum dan autopsi. Namun ditolak terdakwa hingga menimbulkan kecurigaan dan melaporkannya ke pihak kepolisian. (sh)