Notification

×

Iklan

Terima Rp 1 Miliar Lebih, PPK BBPJN Sumut Heliyanto Akui Minta Uang demi Perlancar Tender di Sidang Kasus Suap Proyek Jalan

Kamis, 16 Oktober 2025 | 16:08 WIB Last Updated 2025-10-16T09:08:58Z

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Satuan Kerja (Satker) Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (pegang mikropon) saat menjawab pertanyaan JPU dari KPK di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (16/10/2025). (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
- Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Group (DNG), terpaksa menyuap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Satuan Kerja (Satker) Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto, agar proyek yang dikerjakannya tidak dipersulit. 


Permintaan uang itu dilakukan agar perusahaan Kirun bisa lancar memenangkan sejumlah proyek jalan nasional yang dibiayai BBPJN.


Fakta tersebut terungkap dalam sidang perkara dugaan suap proyek jalan yang melibatkan Kirun dan anaknya Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Reyhan (Dirut PT Rona Na Mora Grup) di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (16/10/2025).


“Kalau uang tidak diberikan bagaimana?” tanya penasihat hukum terdakwa.

“Ya dipersulit,” jawab Heliyanto setelah sempat terdiam.


Heliyanto, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengakui menerima komitmen fee sebesar Rp1,05 miliar dari tiga proyek jalan senilai sekitar Rp30 miliar yang dikerjakan dua perusahaan milik Kirun dan Reyhan.


“Iya benar, uang sejumlah tersebut saya terima melalui transfer ke rekening pribadi saya,” ujar Heliyanto di hadapan majelis hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu, didampingi hakim anggota Y. Girsang dan Viktor Simanjuntak.


Heliyanto menjelaskan, uang tersebut diterima sebelum dan sesudah perusahaan terdakwa memenangkan proyek peningkatan jalan. Ia menegaskan bahwa inisiatif permintaan uang berasal darinya sendiri.


Selain dirinya, staf Heliyanto bernama Umar Hadi juga menerima uang Rp143 juta dari Kirun yang disebut digunakan untuk biaya operasional kantor dan pembayaran tenaga honorer.


Heliyanto membeberkan bahwa sudah menjadi kebiasaan di lingkungan PJN Wilayah I Sumut, di mana setiap PPK mendapat “jatah” 1 persen dari nilai proyek yang dimenangkan, sedangkan Kepala Satker dan Kepala Balai mendapat bagian lebih besar.


“Ini kebiasaan. PPK dapat 1 persen dari nilai proyek, sedangkan Satker dan Kepala Balai di atas saya,” ujarnya.



Heliyanto juga mengaku menerima uang Rp115 juta dari PT Ayu Septa Perdana, yang juga mengerjakan proyek di lingkungan PJN Wilayah I Sumut.


Dalam keterangannya, Heliyanto menyebut bahwa dirinya diperintahkan oleh Kepala Satker PJN Wilayah I Sumut, Dicky Erlangga, untuk memenangkan perusahaan milik Kirun dan Reyhan.


“Saya ditugasi Pak Dicky untuk memenangkan perusahaan para terdakwa,” kata Heliyanto.


Ia kemudian menugaskan stafnya Umar Hadi untuk melengkapi dokumen perusahaan terdakwa serta berkoordinasi intens dengan Taufik Hidayat, staf Kirun.


Dalam surat dakwaan disebutkan, Heliyanto menjadi PPK pada tiga proyek yang dimenangkan oleh PT DNG dan PT Rona Na Mora, yaitu Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI (2024) senilai Rp17.584.905.519,70 dikerjakan oleh PT Dalihan Na Tolu Grup.


Lalu Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI (2025) senilai Rp5.071.228.000 dikerjakan oleh PT Rona Na Mora Grup.


Dan terakhir Rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang – Gunung Tua – Simpang Pal XI dan Penanganan Longsoran (2025) senilai Rp7.393.333.000 dikerjakan oleh PT Dalihan Na Tolu Grup.


Total nilai ketiga proyek tersebut mencapai Rp30,04 miliar, dan seluruhnya berada di bawah koordinasi Heliyanto sebagai PPK. 


Dalam sidang turut dihadirkan saksi lain yakni Rahmat Parulian, Stanley Cicero Haggard Tuappattinaja, dan Dicky Erlangga. (rfn)