Notification

×

Iklan

Penampakan Resimen Azov, Milisi Ukraina di Mariupol yang Dituduh Rusia Neo-Nazi

Sabtu, 19 Maret 2022 | 16:13 WIB Last Updated 2022-03-19T09:13:23Z

Resimen Azov di Mariupol Ukraina yang dituduh Rusia sebagai Neo-Nazi. (AFP/SERGEY BOBOK)



ARN24.NEWS
-- Batalion Azov atau yang dikenal dengan Resimen Azov merupakan paramiliter atau pasukan milisi relawan Ukraina yang didirikan pada Mei 2014. Para anggotanya yang sebagian besar bermarkas di Kota Mariupol merupakan kelompok militer yang terlatih dengan baik dan terdiri dari nasionalis dan radikal sayap kanan.


Rusia pun menuduh Resimen Azov merupakan kelompok ekstremis Neo-Nazi yang mengganggu stabilitas keamanan di negara mereka.


Mulanya, Azov merupakan milisi sukarelawan yang dibentuk di kota Berdyansk untuk mendukung tentara Ukraina dalam memerangi separatis pro-Rusia di Ukraina timur.


Beberapa pejuangnya berasal dari kelompok sayap kanan Pravyi (Sektor Kanan), yang anggota intinya merupakan warga Ukraina timur dan berbicara bahasa Rusia.


Kelompok itu juga sempat menganjurkan persatuan bangsa Slavia Timur yang terdiri dari Rusia, Belarusia, dan Ukraina. Kala itu, para pejuang Azov terdiri dari pendukung sepak bola dan yang lainnya dari kalangan nasionalis.


Analis dari Pusat Studi Eropa Timur Stockholm, Andreas Umland mengatakan asosiasi semacam Azov digambarkan sebagai "persahabatan bebas" atau kelompok neo-Nazi yang terorganisasi di Jerman. Umland menyebut Azov sejak awal telah menarik perhatian karena simbol Wolfsangel Nazi yang digunakan sebagai lambangnya.


"Wolfsangel memiliki konotasi sayap kanan, itu adalah simbol pagan yang juga digunakan SS," kata Umland, dikutip dari DW, Sabtu (19/3/2022).


"Tapi itu tidak dianggap sebagai simbol fasis oleh penduduk di Ukraina."


Diketahui, penggunaan simbol itu dimaksudkan agar era Nazi dapat dipahami sebagai versi huruf N dan I yang berarti "Ide Nasional".


AS sempat berencana melabeli resimen Azov organisasi teroris namun batal. Azov disebut-sebut pernah berpartisipasi dalam merebut kembali Mariupol dari separatis pro-Rusia pada musim panas 2014. 


Lalu pada 2015, Azov secara resmi dimasukkan ke dalam Garda Nasional Ukraina. Fokus kelompok itu pun beralih dari medan perang ke politik.


Pada Januari 2018, Azov memperkenalkan pasukan paramiliter baru yang disebut Milisi Nasional. Pasukan itu dibentuk untuk membersihkan jalan-jalan dari alkohol ilegal, pengedar narkoba, dan tempat perjudian.


Bagi kelompok HAM internasional seperti Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), kehadiran kelompok Azov melanggar hak asasi manusia. OHCHR menyebut kelompok itu melakukan dan mengizinkan pelanggaran hak asasi manusia yang serius termasuk penyiksaan, mengutip dari Radio Free Europe.


Keberadaan Azov juga menjadi dalih yang digunakan Rusia untuk perang melawan Ukraina. Pada 2019, Kongres AS bahkan berupaya untuk menetapkan resimen itu sebagai organisasi teroris namun tidak terjadi.


Umland mengatakan sebuah legenda telah berkembang di sekitar Azov akibat propaganda Rusia. Dia berujar, para pejuang sukarelawan, termasuk Azov, dituduh melakukan penjarahan dan perilaku tidak pantas pada tahun 2014.


"Biasanya, kami menganggap ekstremisme sayap kanan berbahaya, sesuatu yang dapat menyebabkan perang," kata Umland.


Namun di Ukraina, sebaliknya, ujarnya. perang telah menyebabkan kebangkitan dan transformasi persahabatan marjinal menjadi gerakan politik.


Tetapi pengaruh mereka terhadap masyarakat terlalu dibesar-besarkan, katanya. Bagi kebanyakan orang Ukraina, mereka adalah pejuang yang melawan agresor yang sombong. (blq/bac)