ARN24.NEWS -- Direktur CV Nizhami, Muara Perangin Angin didakwa menyuap Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin sebesar Rp572 juta. Uang tersebut diberikan demi mendapat proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Langkat.
Hal itu terungkap saat tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa Muara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 06 April 2022.
"Terdakwa telah memberi sesuatu berupa uang sejumlah Rp572 juta kepada Terbit Perangin Angin selaku Bupati Langkat periode 2019-2024," kata JPU.
JPU mengatakan pemberian uang itu dilakukan melalui sejumlah perantara. Di antaranya Kepala Desa Raja Tengah, Iskandar Perangin Angin hingga tiga orang kontraktor; Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.
"Paket pengerjaan yang diberikan berasal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat Tahun 2021. Paket pekerjaan itu turut diberikan kepada perusahaan lain yang juga milik Muara," sebutnya.
Sementara itu, sambung JPU, Marcos, Shuhanda, dan Isfi bertugas untuk melobi dengan meminta daftar paket pekerjaan pada setiap dinas di lingkungan Pemkab Langkat, di antaranya Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan untuk diserahkan kepada Iskandar guna menentukan perusahaan-perusahaan yang akan mendapat paket pengerjaan.
Iskandar yang juga kakak dari Terbit Perangin Angin, dalam perkara ini berperan menentukan komitmen fee atau besaran setoran. Ia juga akan menerima komitmen fee tersebut untuk diserahkan ke Terbit Perangin Angin.
Dalam surat dakwaan Muara juga terungkap sejumlah kode dalam praktik korupsi mereka. Di antaranya 'perwakilan istana' yang merujuk Iskandar Perangin Angin.
Selain itu, Iskandar juga mendapat sebutan sebagai 'Pak Kades'. Menurut surat dakwaan Jaksa, pelaksana tender atau pengadaan paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Langkat harus melapor ke Iskandar menggunakan kode tersebut.
Atas perbuatannya, Muara didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.