Notification

×

Iklan

Iklan

Di Hadapan Kapolri, Sambo Bantah Tembak Brigadir J: Kalau Saya, Hancur Kepalanya!

Senin, 29 Agustus 2022 | 23:41 WIB Last Updated 2022-08-29T16:45:09Z

Irjen Ferdy Sambo (tengah). (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)


ARN24.NEWS
– Irjen Ferdy Sambo merekayasa cerita seolah-olah ada baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E yang membuat Brigadir J tewas. Selain itu Sambo juga mengintervensi proses awal penuntasan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Dilansir detikX yang didapat secara eksklusif, sejumlah saksi dan Irjen Sambo menceritakan hal itu dalam sidang pelanggaran kode etik yang digelar pada Kamis (25/8/2022). Dijelaskan dalam sidang itu, Irjen Sambo memerintahkan seluruh personel dari Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, sampai Mabes Polri menuruti skenario palsu. Sambo juga yang memerintahkan penyitaan dan perusakan bukti CCTV.


Dalam sidang kode etik itu dijelaskan bagaimana penanganan awal kasus Brigadir J yang diperintahkan Irjen Sambo untuk ditutupi. Ini menggenapi peristiwa dari hari-hari yang hilang, sejak waktu pembunuhan hingga rilis pers yang dilakukan Senin, 11 Juli 2022.


Sesuai keterangan saksi pada sidang itu, setelah Brigadir J tewas terbunuh, sekitar pukul 17.30 WIB, Sambo menghampiri Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit yang merupakan orang pertama yang hadir di TKP.


Kepada Ridwan, Ferdy Sambo menceritakan soal skenario yang dia buat sebelumnya. Di lokasi itu telah terjadi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E. Sambo lantas memerintahkan Ridwan dan anak buahnya segera melaksanakan olah TKP secara senyap.


"Tidak usah ramai-ramai karena akan mengundang perhatian masyarakat," kata Sambo sebagaimana diceritakan ulang Ridwan dalam sidang kode etik pada Jumat, 26 Agustus 2022.


Saat olah TKP itu, Karo Provos Brigjen Benny Ali, Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto datang ke lokasi. Kepada Benny dan Hendra, Sambo memerintahkan agar persoalan ini ditangani oleh Provos Mabes Polri saja. Alasannya karena kasus ini melibatkan dua personel polisi.


Saat itu Benny langsung memerintahkan perintah Sambo dengan meminta penyidik di TKP menyerahkan semua barang bukti dan saksi kepada tim Provos. Barang bukti yang diserahkan di TKP saat itu yaitu 10 selongsong peluru, 3 proyektil, 4 serpihan peluru, 1 pucuk senjata HS-9, 9 peluru HS-9, 1 pucuk senjata Glock-17, dan 12 peluru Glock-17, pun akhirnya dibawa ke kantor Provos. 


Begitu pula dengan para saksi, yaitu Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard. Ketiganya diperiksa oleh anggota Biro Paminal di bawah Brigjen Hendra Kurniawan.


"(Barang bukti) tidak dibuatkan berita acara serah terima antara penyidik ke anggota Provos di Propam Polri," tutur Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri selaku Ketua Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang menyidangkan Sambo hari itu.


Dipanggil Kapolri, Sambo bantah tembak Brigadir J.


Saat itu Sambo disebut memerintahkan ART di rumahnya untuk menyiram darah dari Brigadir J. Sambo juga memerintahkan agar memanggil ambulans untuk membawa jenazah Brigadir J.


Malam harinya, sekitar pukul 20.30 WIB, Sambo, Benny, dan Hendra diperintah menghadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Hendra dan Benny masuk lebih dulu ke ruangan Kapolri untuk dimintai keterangan terkait kejadian di rumah dinas Sambo. 


Keduanya seirama bercerita kepada Listyo bahwa telah terjadi baku tembak antarajudan Ferdy Sambo sehingga menewaskan satu anggota. Setelah itu, barulah Sambo diminta masuk ke ruangan menemui Listyo. Satu pertanyaan Listyo kepada Sambo ketika itu hanyalah, "Kamu nembak nggak, Mbo?"


"Bukan saya yang menembak. Karena bisa saja saya selesaikan di luar. Kalau saya yang menembak, akan hancur kepalanya (Yosua) karena saya menggunakan senjata penuh amunisi kaliber 45," jawab Sambo kepada Kapolri saat itu. (afb/dts)