Notification

×

Iklan

Iklan

LBH Desak KPK dan KY Turun Tangan Terkait Isu 'Markus' di Vonis Bebas 2 Terdakwa Korupsi

Jumat, 14 Oktober 2022 | 19:15 WIB Last Updated 2022-10-14T12:15:13Z

Sidang korupsi di UPT Yansos Eks Kusta Sicanang dan Belidahan, Belawan yang berlangsung secara online di Pengadilan Negeri Medan, Senin (10/10/2022) lalu. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Ismail Lubis akhirnya angkat bicara seputar maraknya pemberitaan isu panas seputar dugaan adanya sentuhan makelar kasus (markus) di balik vonis bebas kedua terdakwa korupsi di Unit Pelayanan Teknis Pelayanan Sosial (UPT Yansos) Eks Kusta Sicanang dan Belidahan, Belawan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan.


"Wah, lagi-lagi gini ya (perkara korupsi divonis bebas di Pengadilan Tipikor pada PN Medan). Sepertinya PN Medan sudah terbiasa dengan putusan membebaskan perkara-perkara korupsi di Sumut. Ini tentu membuat kita bertanya-tanya, apa kira-kira penyebabnya? Apakah memang karena kelemahan pada saat penyidikan atau memang isu tentang sentuhan 'markus?" kata Ismail Lubis saat diminta tanggapannya via pesan WhatsApp (WA), Jumat (14/10/2022).


Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu, perlu  adanya penyelidikan dari pihak KPK untuk melihat apakah isu dimaksud benar adanya.


"Agar juga tidak menjadi isu panas dimaksud menjadi bola liar, kita minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasusnya," timpalnya.


Demikian juga gerbong Badan Pengawas (Bawas) pada Mahkamah Agung (MA) RI idealnya bergerak memeriksa majelis hakim yang menyidangkan perkaranya.


"Kemudian kita meminta agar Komisi Yudisial (KY) harus lebih aktif dalam melakukan pengawasan di PN Medan, utamanya perkara-perkara korupsi. Sepertinya rekan-rekan di KY pun terkesan kurang semangat bekerja ya?" katanya.


Di bagian lain, Ismail Lubis mendukung JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan melakukan upaya hukum kasasi. 


"Kita juga berharap MA nantinya lebih objektif dan bijak dalam memutus perkara korupsi dimaksud. Jika memang nantinya MA memutuskan lain, maka harusnya MA melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja hakim-hakim PN Medan, terutama yang menangani perkara-perkara korupsi. Karena sekarang ini sebenarnya korupsi masih semakin massif di Indonesia diiringi dengan lemahnya penegakan hukumnya," pungkasnya.


Diberitakan sebelumnya, oknum yang acap mangkal di PN Medan mengaku ada mendapatkan succes fee di balik vonis bebasnya Kepala (Ka) UPT Yansos Eks Kusta pada Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) di Sicanang dan Belidahan Dra Christina Br Purba dan Direktur CV Gideon Sakti (GS) Andreas Sihite (berkas terpisah-red) lewat persidangan secara virtual, Senin (10/10/2022) lalu.


Majelis hakim diketuai Yusafrihardi Girsang dalam amar putusannya menyatakan, tidak sependapat dengan JPU. Dari fakta terungkap di persidangan, kedua terdakwa diyakini tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.


Yakni terkait pekerjaan Pengadaan Bahan Makanan dan Minuman untuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) / Warga Binaan Sosial (WBS) pada Dinas Sosial Dinsos Provinsi Sumatera Urara (Dinsos Provsu) di Belidahan-Sicanang Belawan pada Tahun Anggaran (TA) 2018 dan 2019. 


Terpisah, hakim Yusafrihardi Girsang saat dikonfirmasi wartawan membenarkan ada berhubungan dan menitip sesuatu kepada oknum tertentu.


"Sudah ada saya titip," jawab hakim Yusafrihardi Girsang.


Namun saat ditanya berupa titipan apa yang diberikannya ke oknum itu, dirinya tidak mau menjelaskan secara rinci. 


"Akan saya cari oknum tersebut," kata hakim Yusafrihardi Girsang sambil berlalu. (sh)