Notification

×

Iklan

Sektor Barang Konsumsi Jadi Rekomendasi Saham Paling Cuan Pekan Ini

Senin, 12 Desember 2022 | 08:55 WIB Last Updated 2022-12-12T01:56:17Z

Analis memperkirakan sektor barang primer konsumen masih berkilau pekan ini.


ARN24.NEWS – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 6.715 pada akhir pekan lalu, Jumat (9/12/2022). Indeks saham melemah 89.109 poin atau minus 1,31 persen dari perdagangan sebelumnya.


Dalam sepekan terakhir, IHSG melemah lima hari berturut. Secara akumulatif, perdagangan melemah 4,43 persen.


Tercatat, investor asing jual bersih (net sell) minus Rp6,68 triliun. Pelaksana Harian Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gusti Agung Alit mengatakan rata-rata nilai transaksi harian Bursa juga mengalami perubahan sebesar 15,86 persen dari Rp17.522 triliun menjadi Rp14.742 triliun.


Rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa juga turun dari 1.205.337 menjadi 1.114.323 transaksi. Artinya, penurunan ini mencapai 7,55 persen.


Tak hanya itu, rata-rata volume transaksi bursa tercatat turun 22,46 persen dari 31.506 miliar menjadi 24.428 miliar saham pada penutupan pekan lalu.


Pelatih investasi saham dan derivatif sekaligus CEO Akela Trading System Hary Suwanda mengungkapkan faktor yang menyebabkan IHSG ambles selama tujuh hari berturut kemarin adalah penurunan ekstrem pada saham TLKM dan ASII. Pasalnya, kedua perusahaan itu berinvestasi pada GOTO.


"Pada Selasa, 6 Desember 2022, IHSG bearish breakout, terjun bebas menembus support level 6.955. Hal ini dipicu penurunan ekstrem pada saham TLKM dan ASII, yang mengalami kinerja keuangannya tergerus cukup signifikan akibat investasi mereka pada saham GOTO," kata Hary dilansir CNNIndonesia.com, Senin (12/12/2022).


Ia menilai saham GOTO sejak awal meluncur di bursa saham telah overvalue, atau ketika perusahaan masih berada dalam kondisi merugi. Berdasarkan data yang dimiliki, kerugian Q3 2022 sebesar Rp20,32 triliun.


"Jika penurunan ini masih berlanjut maka, target berikutnya adalah support IHSG di kisaran 6560," ucapnya.


Menurutnya, sentimen ini akan terus berpengaruh ke bursa saham dan masih akan berlanjut pekan depan.


Meski demikian, ia menjelaskan terdapat pula sentimen negatif dari luar negeri. Salah satunya data Producer Price Index (PPI) Amerika Serikat yang menunjukkan angka 0,4 persen. Sementara, konsensus yang dibuat hanya berada di 0,2 persen.


"Hal ini memicu kembalinya kekhawatiran akan inflasi dan berakibat koreksi pada Bursa Amerika, yang berpotensi akan berpengaruh juga ke IHSG," papar Hary.


Mempertimbangkan berbagai sentimen negatif itu, Hary memperkirakan sektor yang masih akan menghasilkan pundi-pundi adalah barang konsumen primer (Consumer Non Cyclical). Sebab, dalam kondisi inflasi, sektor ini relatif tidak terpengaruh dibanding yang lain.


Hary pun menyarankan kepada para investor untuk menghindari sektor yang peka terhadap kenaikan suku bunga.


"Serta saham-saham yang secara fundamental masih membukukan negative earnings, beban hutang besar, kurang baik dalam kondisi Bank Sentral yang menaikkan suku bunga guna memerangi inflasi," ucapnya.


Meskipun, secara rinci ia tidak merekomendasikan saham apapun hingga masa koreksi IHSG selesai.


Memiliki pandangan berbeda, Pengamat Pasar Modal Oktavianus Audi mengungkapkan IHSG masih memiliki beberapa sentimen positif yang berpengaruh pada perdagangan.


Pertama, rilis data inflasi di Amerika Serikat yang diperkirakan melambat ke level 7,4 persen year-of-year di November 2022.


"Capaian ini merupakan sentimen positif untuk pasar karena dampak kenaikan suku bunga oleh The Fed beberapa waktu terakhir sudah mulai terlihat pada inflasi yang cenderung turun," ucap Oktavianus.


Kedua, keputusan suku bunga The Fed pada Desember 2022 diperkirakan naik secara lebih moderat ke level 4,5 persen. Sebab, menurut The Fed, angka ini mendekati tingkat pengekangan yang akan cukup untuk menurunkan inflasi.


Ketiga, dari sentimen dalam negeri, rilis data neraca perdagangan November 2022 yang diperkirakan masih akan surplus senilai US$4,4 miliar.


"Non-migas diperkirakan masih akan menjadi pendulang ekspor untuk Indonesia di tengah harga beberapa komoditas yang masih tinggi. Ini memberikan sinyal positif sementara untuk pasar meski di tengah sentimen resesi yang kian meningkat," paparnya.


Melihat berbagai sentimen positif ini, Oktavianus masih memperkirakan IHSG berpotensi menguat pada pekan ini. Bahkan, jika dilihat dari indikator William %R yang digunakan untuk memberikan sinyal beli dan jual saham, bursa saham masuk ke dalam zona jenuh jual atau oversold.


"Meski ada peluang terjadi technical rebound dengan uji support di rentang level 6.650-6.730 dan resistance di level 6.860," tegasnya.


Lebih jauh, Oktavianus merokemendasikan investor untuk lebih mempertimbangkan ancaman perlambatan ekonomi global dan resesi AS yang meningkat di tahun depan.


Ia menyarankan investor untuk memilih saham defensive atau lakukan dollar cost averaging (DCA) untuk saham dengan kapitalisasi besar yang undervalue dalam tenor jangka panjang.


Dollar Cost Averaging merupakan upaya untuk membagi transaksi investasi dengan memasukkan jumlah dana yang sama, melalui nilai mata uang (dolar atau rupiah) dalam rentang waktu tertentu sehingga didapatkan biaya secara rata-rata.


"Sektor yang dapat diperhatikan adalah basic industry. Sektor yang dihindari adalah teknologi yang cenderung tertekan pada saat suku bunga tinggi," tegasnya.


Oktavianus merekomendasikan tiga saham yaitu TBIG, ESSA, dan SMGR. Untuk TBIG, ia menyarankan melakukan buy on break. Sedangkan, investor disarankan trading buy untuk saham ESSA.


"Setelah pekan lalu keluar dari zona oversold menurut indikator William %R, maka terbuka peluang harga (ESSA) dapat menguat menuju resistance level 1.135-1.180 dan support di level 955," paparnya.


Terakhir, untuk saham SMGR, investor disarankan melakukan speculative buy. Sebab, harga SMGR saat ini mampu bertahan di level 6.775 dan berpeluang menguat menuju resistance 7.425-7.650 dan support di level 6.475. (cfd/agt)