Notification

×

Iklan

Iklan

134 Pejabat Pajak Punya Saham di 280 Perusahaan Tertutup

Jumat, 10 Maret 2023 | 12:02 WIB Last Updated 2023-03-10T05:02:44Z

ARN24.NEWS --
Sebanyak 134 pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan disebut memiliki saham di 280 perusahaan. Hal itu diungkapkan KPK dengan menyebut saham itu mayoritasnya menggunakan nama istri dari pejabat itu.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan pejabat yang memiliki saham itu tidak etis, karena rawan membuka celah korupsi.

"Boleh, tapi bukannya boleh juga ya. Tapi tidak etis. Tidak etis," kata Pahala dikutip dari detikNews, Kamis (9/3/2023). Pahala mengatakan tidak ada aturan yang secara gambling melarang hal itu terjadi. Namun, dalam aturan dijelaskan tidak etis pegawai pajak memiliki saham di perusahaan.

"PP di tahun 80 dilarang berbisnis, tapi PP berikutnya itu nggak jelas aturnya. Hanya bilang agar memilih kegiatan yang etis. Sekarang nggak ada (aturan yang melarang)," lanjutnya.

Pahala menjelaskan jika pegawai pajak itu memiliki saham di perusahaan yang tertutup dan tidak terdaftar di bursa efek. Salah satu perusahaan tersebut adalah milik Rafael Alun Trisambodo.

"Bukan, bukan (perusahaan terbuka). Kalau di bursa kita nggak pusing itu kan bebas investasi. Ini perusahaan tertutup, non-listing. Semua tertutup. Yang terbuka kan bebas mereka boleh dong beli saham. Ini yang tertutup dia jadi pemegang saham," ucap Pahala.

Pahala menyebut pegawai pajak yang memiliki perusahaan konsultan pajak ini rentan membuka celah korupsi. Alasannya, pegawai pajak memiliki hubungan erat dengan wajib pajak.

"Kenapa kalau ini (pegawai pajak) punya perusahaan konsultan pajak jadi bahaya? Karena kan orang pajak berhubungan dengan wajib pajak. Wajib pajak itu kan berkepentingan membayar sedikit mungkin, petugas pajak atas nama negara dengan wewenangnya harus bisa membuat pungutan pajak maksimum," tutur Pahala.

Hubungan antara pegawai pajak dengan wajib pajak itu yang menurut Pahala memiliki resiko akan terjadinya korupsi. Pelanggaran yang paling mungkin terjadi adalah gratifikasi dan suap yang dilakukan wajib pajak ke pegawai pajak agar menurunkan kewajiban pajaknya.

"Muncul risiko ketika ketemu, risiko itu yang kita bilang kita cari korupsinya. Itu yang paling mungkin dari hubungan mereka paling mungkin adalah gratifikasi dan suap. Per definisi kan penerimaan terkait jabatan dan wewenang. Bukan masalah kekayaannya nggak pusing lah kita. Tapi kalau dia ada nerima dari wajib pajak terkait wewenang dia menetapkan memeriksa, itu yang kita cari. Kalau wajib pajak ngasih ke dia kan ada deteksi bank, kalau tunai ada buktinya juga kan," ujar Pahala.

Pahala membeberkan gelagat pegawai pajak macam ini dimaksudkan untuk mengaburkan pendapatannya."Itulah opsi mengaburkan pendapatan dia. Tapi bukan konsultan pajak saja. Itu jadi etis. Betul (ada konflik kepentingan). Dia memperlebar risikonya, risikonya lebih susah lagi dicari," kata Pahala. (dtc/nt)