Dua terdakwa yang dihadirkan dalam sidang perkara korupsi yang dihadirkan di Pengadilan Tipikor Medan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Karo Tahun 2019, Eva Juliani Br Pandia, dituntut 7,5 tahun penjara dalam sidang di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (18/10/2023).
Sedangkan Bendahara Pengeluaran, Dian Ika Yoes Refida (berkas terpisah) dituntut 66 bulan (5,5 tahun) penjara.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Karo, Alvonso Manihuruk menilai kedua terdakwa telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Nomor 31 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.
"Yakni melakukan atau turut serta secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara total Rp 1.632.705.427," urai Alvonso.
Selain itu, terdakwa Eva Juliani Br Pandia juga dituntut pidana denda Rp 250 juta subsider (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
Sementara terdakwa Dian Ika Yoes Refida selaku Bendahara Pengeluaran dituntut pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tim JPU dalam surat tuntutannya menyajikan fakta-fakta menarik lainnya yang terungkap di persidangan. Dana hibah mengalir di Tahun Anggaran (TA) 2019 untuk mensukseskan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati periode 2020-2025 tersebut 'berserakan' di internal maupun eksternal Bawaslu Kabupaten Karo.
"Di antaranya, pembayaran honorarium, spanduk tidak sesuai senyatanya, kelebihan bayar gedung, makan minum kegiatan, transportasi, biaya perjalanan dinas dalam dan luar daerah juga dibagi-bagi ke anggota komisioner dan staf," urai JPU.
Atas nama saksi Harun Surbakti selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebesar Rp 41 juta, Firdaus Nasution selaku BPP Bawaslu Kabupaten sebesar Rp 68 juta dan sejumlah saksi lainnya.
Untuk terdakwa Eva Juliani Br Pandia, hal memberatkannya antara lain, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak mengakui perbuatannya, berbelit-belit serta tidak ada itikad baik mengembalikan kerugian keuangan negara.
"Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," kata Alvonso Manihuruk di hadapan hakim ketua Immanuel Tarigan didampingo anggota majelis Yusafrihardi Girsang dan Rurita Ningrum.
Oleh karenanya, mantan orang pertama di Bawaslu Kabupaten Karo tersebut dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp 821.448.000.
Dengan ketentuan, paling lama sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 3,5 tahun penjara.
Sedangkan hal memberatkan buat terdakwa Dian Ika Yoes Refida adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Hal meringankan, terdakwa membantu terbongkarnya perkara korupsi di Bawaslu Kabupaten Karo, tidak berbelit-belit memberikan keterangan serta beritikad baik mengembalikan sebagian kerugian keuangan negara," sambungnya.
Walau demikian, Dian Ika Yoes Refida juga dikenakan UP kerugian keuangan negara Rp 217.199.551 subsidair 2,5 tahun penjara.
Immanuel Tarigan melanjutkan persidangan pekan depan untuk mendengarkan nota pembelaan pribadi dari kedua terdakwa maupun tim penasihat hukumnya.
Dalam dakwaan disebutkan, Bawaslu Kabupaten Karo Tahun Anggaran (TA) 2019 mendapatkan dana hibah sebesar Rp 13.388.152.300 untuk mensukseskan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati periode 2020-2025 bersumber dari P-APBD dan tidak mampu dipertanggungjawabkan. (sh)