Notification

×

Iklan

Iklan

Hingga Maret 2024, Kejatisu Hentikan 17 Penuntutan Perkara Secara RJ, Terbanyak Kejari Gunungsitoli

Minggu, 24 Maret 2024 | 20:06 WIB Last Updated 2024-03-24T13:06:56Z

Ekspose penghentian penuntutan perkara yang dilakukan Kejati Sumut kepada JAM Pidum Kejagung RI. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) yang wilayah hukumnya terdiri dari 28 Kejari dan 9 Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari), hingga Maret 2024 sudah melakukan penghentian penuntutan 17 perkara dengan menerapkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).


Menurut Kajati Sumut melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan SH MH saat dikonfirmasi, Minggu (24/3/2024), dari 17 perkara yang berhasil dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ, Kejari Gunungsitoli jadi penyumbang perkara terbanyak yakni 5 perkara.


Kemudian, disusul Kejari Asahan (3 perkara), Kejari Langkat dan Karo (masing-masing 2 perkara). Sisanya berasal dari Kejari Medan, Kejari Belawan, Kejari Labuhanbatu, Kejari Deli Serdang dan Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli (masing-masing 1 perkara).


"Proses penghentian penuntutan 17 perkara tersebut tidak serta merta dilakukan begitu saja, tapi diusulkan secara berjenjang mulai dari JPU, ke Kasi Pidum, ke Kajari, ke Aspidum dan akhirnya diekspose ke JAM Pidum, kalau JAM Pidum menyetujui, maka perkara tersebut dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020," kata Yos.


Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan bahwa proses penghentian penuntutan ini lebih kepada melihat esensi perkaranya. Karena, pemidanaan tidak serta merta membuat seseorang berubah, justru ada yang sebaliknya. Pemidanaan membuat seseorang jadi memiliki dendam dan ketika keluar dari Lembaga Pemasyarakatan malah jadi mengulangi perbuatannya.


"Perja No.15 tahun 2020 ini sudah sangat tepat dalam mengedepankan penegakan hukum yang humanis, dimana proses penghentian penuntutan dilakukan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2,5 juta, ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun dan yang terpenting lagi adalah antara tersangka dan korban saling memaafkan dan ada kesepakatan berdamai serta tidak ada dendam di kemudian hari," papar Yos.


Penghentian penuntutan dengan RJ melibatkan tokoh masyarakat, keluarga, penyidik dan jaksa. Dengan adanya perdamaian antara tersangka dan korban, itu artinya kedua belah pihak telah mengembalikan keadaan kepada keadaan semula dan terciptanya harmoni di tengah masyarakat.


"Perlu diperhatikan dan digaris bawahi bahwa perkara yang bisa diusulkan untuk dihentikan penuntutannya adalah apabila memenuhi syarat berdasarkan Perja No.15 tahun 2020, terutama poin pertama, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana," tandasnya. (sh)