Notification

×

Iklan

KPPU Awasi Ketat Pendistribusian Beras SPHP dan Sektor Jasa Konstruksi di Sumut

Minggu, 29 September 2024 | 13:14 WIB Last Updated 2024-09-29T06:14:34Z
Ilustrasi. 

ARN24.NEWS --
Isu tying menjadi pembahasan di Kantor Wilayah (Kanwil) I Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus melakukan pengawasan terhadap sektor pangan, khususnya terkait distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Sumatera Utara.

Kepala Kanwil KPPU Ridho Pamungkas mengaku KPPU melakukan pengawasan terkait distribusi beras SPHP terkait dengan adanya indikasi tindakan tying (membatasi penjualan beras SPHP dengan maksimal pembelian 1 ton. Jika ingin membeli sebanyak 2 ton diwajibkan untuk membeli produk lain) yang dilakukan oleh BossFood Provinsi Sumatera Utara yang merupakan unit bisnis dari Bulog 
bergerak di bidang komoditi komersil.

"Tindak lanjut telah dilakukan klarifikasi, diskusi dan advokasi kepada pihak BossFood pada tanggal 2 September 2024," ujarnya, kemarin. 

Tanggal 3 September 2024, pihak BossFood telah melakukan penelusuran dan verifikasi internal, khususnya di bagian marketing (sales) terkait adanya tindakan tying dan bundling tersebutSelain itu, KPPU juga melakukan pengawasan Sektor Pelabuhan terkait dengan adanya rencana pengenaan tarif verified Gross Mass yang dilakukan oleh Belawan New Container Terminal (BNCT) dengan rincian penimbangan ulang dikenakan tarif sebesar Rp50.000 per petikemas. 

Jika belum memiliki sertifikat VGM atau telah memiliki sertifikat VGM tetapi hasil timbang ulang memiliki variasi lebih dari5 persen maka akan dikenakan tarif sebesar Rp. 75.000 per petikemas.

“Tindak lanjut telah dilakukan klarifikasi, diskusi dan advokasi kepada pihak BNCT pada tanggal 3 September 2024,” jelas Ridho.

Pihak BNCT dengan KSOP Belawan telah melakukan pembahasan rencana implementasi VGM pada tgl 6 September 2024 bersama asosiasi dan dilanjutkan dengan sosialisasi deklarasi VGM verified Gross Mass (VGM) pada tanggal 12 September 2024 dengan mengundang asosiasi dan seluruh stakeholder terkait.

Ridho menambahkan KPPU juga melakukan pengawasan Sektor Migas. Saat ini pengawasan jaringan pipa transmisi gas melalui pipa dan juga pipa distribusi gas bumi melalui pipa untuk wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Riau terkait dengan utilisasi yang masih belum optimal.

Tindak lanjut telah dilakukan diskusi kepada pihak PT Rukun Raharja sebagai trader gas yang beroperasi di Riau dan PT Pertamina Gas (Pertagas) serta telah meminta data kepada BPH Migas Dan Kementerian ESDM terkait dengan daftar pelaku usaha niaga minyak bumi dan gas yang telah mengajukan untuk ikut beroperasi untuk wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Riau.

Juga pelaku usaha yang mengelola jaringan pipa transmisi dan jaringan pipa distribusi gas bumi untuk wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Riau. “Kami akan melakukan diskusi dengan PT KAI pada tanggal 3 Oktober 2024 terkait dengan penyaluran dan pendistribusian BBM di lingkungan PT KAI,” ujar Ridho.

KPPU juga melakukan pengawasan Sektor Jasa Konstruksi, saat ini ada enam yang diawasi antara lain Belanja Rehab Mess Yogyakarta TA 2023, pembangunan Indoor Vollyball Tahap I TA 2023, Belanja Modal Bangunan Gedung Tempat Olahraga – Revitalisasi Kolam Renang Selayang Medan TA 2023 APBD Rp47,499 miliar, pembangunan Gedung Kantor UPPD Medan Utara TA 2023APBD Rp52,909 miliar.

Landscape Pembangunan Stadion Utama TA 2024 APBD Rp15,299 miliar, belanja Rehab Mess Yogyakarta TA 2024 APBD Rp17,984 miliar, pembangunan Lanjutan Mess Pemprovsu Aek Rengat TA 2024 APBD Rp18,982 miliar. 

Belanja Modal Bangunan Gedung Tempat Olahraga TA 2024 APBD Rp22,998 miliar, pembangunan Transmisi Air Curah Untuk SPAM Regional Mebidang; Pengembangan Jaringan Distribusi Utama (JDU) Tanjung Gusta (Kec. Medan Helvetia, Desa Tanjung Gusta). 

Jaringan Perpipaan Sepanjang 6.810 m TA 2024APBD Rp57,812 miliar. Belanja Modal Bangunan Gedung Tempat Olahraga – Pembangunan Indoor Volleyball Tahap II TA 2024.

“KPPU juga melakukan pengawasan kemitraan,” katanya. Peran KPPU melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap perjanjian kemitraan yang tidak sehat/tidakadil, antar pelaku usaha UMKM dengan pelaku usaha besar dan menengah. (str/nt)