ARN24.NEWS – Sudah dua tahun berlalu sejak Polda Sumatera Utara menetapkan EW, anak seorang pengusaha sawit di Medan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
Namun hingga kini, EW yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 3 Mei 2023, belum juga berhasil ditangkap.
EW ditetapkan sebagai tersangka pada 2021, dan telah dua kali mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Medan, masing-masing pada 6 Februari dan 2 Maret 2023. Namun, kedua permohonan praperadilan tersebut ditolak majelis hakim.
Karena tak kunjung ada perkembangan, kuasa hukum korban, Muhammad Tri Kurniawan dari Kantor Hukum Hendra Leo, SH dan Rekan, mendesak agar Polda Sumut bertindak tegas dan segera menangkap EW demi kepastian hukum.
“EW telah menerima dana sekitar Rp210 miliar hasil penipuan dan penggelapan terhadap klien kami. Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan milik klien kami,” kata Tri, Minggu (25/5).
Tri juga menilai ada kesan pembiaran dari aparat penegak hukum, sebab menurut informasi yang ia peroleh, EW masih berada di Medan dan bahkan baru-baru ini merayakan ulang tahun anaknya di kota tersebut. Anak EW disebut bersekolah di Sampoerna Academy.
Ia juga menyinggung Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2018 yang melarang tersangka berstatus DPO untuk mengajukan praperadilan. Namun, EW justru telah dua kali menggugat lewat praperadilan, serta tiga kali mengajukan gugatan perdata.
Berdasarkan laman SIPP PN Medan, ketiga gugatan perdata yang diajukan EW — masing-masing dengan Nomor: 169/Pdt.G/2023/PN Mdn, 271/Pdt.G/2023/PN Mdn, dan 132/Pdt.G/2024/PN Mdn — seluruhnya ditolak. Dua di antaranya telah berkekuatan hukum tetap, sedangkan satu masih dalam proses banding.
Tri menambahkan, pihaknya juga meminta Polda Sumut bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencabut paspor EW, sesuai dengan Pasal 25 Permenkumham No. 8 Tahun 2004.
Hingga berita ini diturunkan, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Dr. Ferry Walintukan, belum memberikan keterangan terkait alasan belum ditangkapnya EW.
Kasus ini bermula pada 2012, ketika EW selaku Direktur PT SSG menjual unit apartemen/condotel Swiss-Belhotel Bintan kepada para konsumen dengan iming-iming imbal hasil (ROI) sebesar 9 persen per tahun. Setelah konsumen melunasi pembayaran, EW justru mengalihkan aset tersebut kepada pihak lain tanpa persetujuan pembeli, dengan nilai transaksi mencapai Rp210 miliar.
Untuk menghindari tuntutan hukum, EW meminta konsumen menandatangani pembatalan jual beli dan memberikan cek/giro mundur sebagai kompensasi. Namun, giro tersebut tidak dapat dicairkan sepenuhnya. Belakangan, PT SSG dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Medan.
Merasa dirugikan, para korban kemudian melaporkan EW ke Polda Sumut hingga akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka.
(wolq/ryp)
⸻
Jika Anda membutuhkan versi yang lebih singkat, narasi tambahan, atau format khusus (misalnya untuk rilis media atau publikasi online), saya bisa bantu sesuaikan.