×

Iklan

Diberhentikan Jadi Hakim Ad Hoc PHI Karena Terima Uang Berperkara, MA dan KY Diminta Laporkan MS ke KPK

Rabu, 07 Mei 2025 | 19:18 WIB Last Updated 2025-05-07T12:18:52Z

Gindo Nadapdap, SH, MH, selaku praktisi hukum perselisihan industrial. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
- Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) diminta untuk melaporkan Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan RI.


Permintaan itu disampaikan praktisi hukum perselisihan industrial Gindo Nadapdap, SH, MH, menanggapi putusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), yang memberhentikan MS selaku Hakim Ad Hoc PHI Medan, karena terbukti menerima uang dari pihak berperkara.


“Kalau memang sudah terbukti menerima uang, maka itu jelas merupakan gratifikasi. MA dan KY tidak cukup hanya menjatuhkan sanksi etik, mereka wajib melaporkannya sebagai tindak pidana korupsi,” ujar Gindo ketika dihubungi dari Medan, Rabu (7/5). 


Menurutnya, penerimaan uang oleh hakim, dalam konteks apapun yang terkait jabatan dan perkara, merupakan pelanggaran serius dan masuk dalam ranah pidana. 


“Jika saya baca beritanya, bahwa MS terbukti menerima uang. Maka seharusnya MA dan KY melaporkan MS karena menerima gratifikasi ke KPK maupun Kejaksaan,” kata dia.


Gindo menambahkan, jika pembiaran atau sikap diam dari lembaga pengawas, nantinya justru akan merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.


“Jangan sampai publik menilai ada impunitas dalam tubuh MA dan KY. Laporan ke aparat penegak hukum adalah bentuk komitmen terhadap pemberantasan korupsi,” tegas dia.


Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memberhentikan dengan tidak hormat Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, berinisial MS.


“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor MS dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim,” kata Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangan tertulis diterima di Medan, Rabu (7/5). 


Pemberhentian itu, lanjut dia, sebagaimana diatur dalam peraturan bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IV/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Dalam putusannya, Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah yang bertindak sebagai ketua sidang MKH, pada Selasa (6/5) di Gedung MA, Jakarta, mengatakan terlapor MS terbukti menerima uang dari pihak berperkara. 


“MS terbukti melanggar angka 1.1 butir (2), angka 1.1 butir (5), angka 1.2 butir (2), angka 2.1 butir (2), angka 2.2 butir (1) angka 3.1 butir (1), angka 5.1 butir (5.1.1), angka 5.1 butir (5.1.3), angka 5.1 butir (5.1.4), angka 6.1, dan angka 7.1,” jelas dia. 


Selain itu, berdasarkan surat keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No. 047/KMA/SKB/IV/2009- 02/SKB/P.KY/IV/2009, tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim jo. Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf e, Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (3) huruf a, Pasal 9 ayat (4) huruf a, b, dan c.

Kemudian, Pasal 10 ayat (2) huruf a, dan Pasal 11 ayat (3) huruf a Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Dalam temuan KY, MS bertemu dengan pihak berperkara, yakni seorang advokat. MS menjanjikan akan membantu kasus yang dihadapi advokat tersebut. Setidaknya MS menjanjikan akan membantu “pengaturan” terhadap 11 perkara, termasuk perkara kasasi di MA,” ujarnya.


Di MKH, lanjut dia, MS mengakui menerima uang dari pihak berperkara, tetapi membantah telah menerima sejumlah uang yang nilainya hampir mencapai satu miliar rupiah.


“Menurut pengakuan MS, uang yang diterimanya telah dikembalikan karena merupakan utang, bukan suap untuk menyelesaikan perkara. MS bahkan membawa surat pernyataan dari advokat tersebut untuk memperkuat bahwa uang yang diberikan telah dikembalikan,” tutur dia.


Bahkan, MS juga menyatakan bahwa dirinya telah ditarik dan ditempatkan di Pengadilan Tinggi Medan untuk mendapatkan pembinaan, sehingga ia merasa sudah memperoleh sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukannya.


Sementara Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang melakukan pembelaan menyatakan bahwa agar majelis MKH mempertimbangkan sanksi yang diberikan kepada terlapor. 


“Karena MS dianggap telah menjalankan tugasnya dengan baik selama sembilan tahun sebagai hakim ad hoc PHI, dan MS masih memiliki anak yang membutuhkan dukungan materi,” ucapnya. 


Namun, dalam putusan Ketua Majelis MKH Siti Nurdjanah menyatakan menolak pembelaan dari MS dan IKAHI. 


"Terlapor MS sebelumnya sudah pernah mendapat sanksi dari Mahkamah Agung berupa teguran tertulis karena bertemu pihak berperkara," tegasnya. (rfn)