Notification

×

Iklan

Mantan Kadinkes Tapteng Serta 2 Anak Buahnya Divonis 16 Bulan Penjara

Rabu, 07 Mei 2025 | 22:31 WIB Last Updated 2025-05-07T15:31:48Z

Nursyam (kanan), Henny Nopriani Gultom (tengah), dan Herlismart Habayahan (kiri) saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Medan. (Foto: Istimewa) 

ARN24.NEWS
– Nursyam, mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Tapanuli Tengah (Tapteng) bersama 2 anak buahnya divonis 16 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.


Kedua anak buah Nursyam tersebut, yaitu Henny Nopriani Gultom selaku mantan Kepala Seksi Pelayanan Rujukan dan Herlismart Habayahan sebagai mantan Kepala Bidang Pelayanan.


Majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim meyakini ketiga terdakwa tersebut terbukti bersalah melakukan korupsi berupa pemotongan Biaya Operasional Kesehatan (BOK) dan uang Jasa Pelayanan (Jaspel) Puskesmas se-Tapteng pada tahun 2023 sebagaimana dakwaan alternatif pertama.


Adapun dakwaan alternatif pertama yang dimaksud, yakni Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.


"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nursyam, Henny Nopriani Gultom, dan Herlismart Habayahan dengan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan (16 bulan)," ucap As'ad di Ruang Sidang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan, Rabu (7/5/2025).


Selain penjara, hakim juga menghukum ketiganya untuk membayar denda sebesar Rp100 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti atau subsider satu bulan kurungan.


Khusus Nursyam dibebankan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya sebesar Rp10,6 miliar. Dengan ketentuan apabila UP tidak dibayar paling lama satu bulan usai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi UP.


"Namun apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun," ujar As'ad.


Sementara Henny dihukum membayar UP senilai Rp21 juta dan Herlis sejumlah Rp20 juta. UP tersebut telah dibayarkan Henny dan Herlis kepada negara melalui Kejaksaan Negeri Sibolga.


Keadaan yang memberatkan, kata hakim, perbuatan para terdakwa menyebabkan terhambatnya program pemerintah Tapteng khususnya Sumatera Utara, sehingga upaya untuk membantu masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. 


"Perbuatan para terdakwa bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi, dan para terdakwa telah menikmati hasil dari perbuatannya," kata As'ad.


Sedangkan keadaan yang meringankan, sambung As'ad, para terdakwa belum pernah dihukum, para terdakwa mengakui dan berjanji tidak mengulanginya lagi.


"Hal-hal yang meringankan pula terhadap Henny dan Herlis telah mengembalikan kerugian keuangan negara," ujarnya.


Setelah membacakan putusan, hakim memberikan waktu selama tujuh hari kepada para terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) untuk berpikir-pikir terkait apakah mengajukan banding atau tidak.


Putusan hakim lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Putri Marlina Sari, yang menuntut para terdakwa dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.


Selain itu, jaksa juga menuntut Nursyam untuk membayar UP senilai Rp10,6 miliar. Dengan ketentuan apabila UP tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan inkrah, maka harta benda disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut.


Dalam hal apabila harta benda Nursyam juga tidak mencukupi untuk menuntupi UP tersebut, maka diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun. (sh)