×

Iklan

Minggu Saragih Diberhentikan Tidak Hormat dari Hakim Ad Hoc PHI, Ini Kata PN Medan

Rabu, 07 Mei 2025 | 22:48 WIB Last Updated 2025-05-07T15:48:09Z

Pengadilan Negeri Medan tempat Minggu Saragih bertugas sebagai Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) hingga berujung pemberhentian tidak dengan hormat akibat terbukti menerima suap. (Foto: Istimewa) 

ARN24.NEWS
– Pengadilan Negeri (PN) Medan, menyatakan menghormati keputusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Minggu Saragih dari Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang bertugas di PN Medan.


Juru Bicara PN Medan Soniady Drajat Sadarisman menyampaikan, bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan resmi putusan MKH tersebut. 


“Sampai saat ini PN Medan belum menerima secara resmi terkait putusan MKH tersebut,” kata Soniady, Rabu (7/5/2025).


Pihaknya menjelaskan bahwa Minggu Saragih masih berstatus aktif, namun telah ditarik sementara ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan sejak 23 Juli 2024. 


Penarikan tersebut merupakan bentuk tindak lanjut internal sambil menunggu keputusan final dari Mahkamah Agung (MA).


“Yang bersangkutan telah dilakukan penarikan sementara ke PT Medan. PN Medan sangat menghormati keputusan tersebut,” jelasnya.


Sebelumnya MA dan Komisi Yudisial (KY) melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memberhentikan dengan tidak hormat Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada PN Medan, Minggu Saragih (MS). 


“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor MS dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim,” kata Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangan tertulis diterima di Medan, Rabu (7/5/2025). 


Pemberhentian itu, lanjut dia, sebagaimana diatur dalam peraturan bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IV/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Dalam putusannya, Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah yang bertindak sebagai ketua sidang MKH, pada Selasa (6/5/2025) di Gedung MA, Jakarta, mengatakan terlapor Minggu Saragih terbukti menerima uang dari pihak berperkara. 


“MS terbukti melanggar angka 1.1 butir (2), angka 1.1 butir (5), angka 1.2 butir (2), angka 2.1 butir (2), angka 2.2 butir (1) angka 3.1 butir (1), angka 5.1 butir (5.1.1), angka 5.1 butir (5.1.3), angka 5.1 butir (5.1.4), angka 6.1, dan angka 7.1,” jelas dia. 


Selain itu, berdasarkan surat keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No. 047/KMA/SKB/IV/2009- 02/SKB/P.KY/IV/2009, tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim jo. Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf e, Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (3) huruf a, Pasal 9 ayat (4) huruf a, b, dan c.


Kemudian, Pasal 10 ayat (2) huruf a, dan Pasal 11 ayat (3) huruf a Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Dalam temuan KY, Minggu Saragih bertemu dengan pihak berperkara, yakni seorang advokat. 


“Minggu Saragih menjanjikan akan membantu kasus yang dihadapi advokat tersebut. Setidaknya Minggu Saragih menjanjikan akan membantu “pengaturan” terhadap 11 perkara, termasuk perkara kasasi di MA,” ujarnya.


Di MKH, lanjut dia, Minggu Saragih mengakui menerima uang dari pihak berperkara, tetapi membantah telah menerima sejumlah uang yang nilainya hampir mencapai satu miliar rupiah.


“Menurut pengakuan MS, uang yang diterimanya telah dikembalikan karena merupakan utang, bukan suap untuk menyelesaikan perkara. MS bahkan membawa surat pernyataan dari advokat tersebut untuk memperkuat bahwa uang yang diberikan telah dikembalikan,” tutur dia.


Bahkan, Minggu Saragih juga menyatakan bahwa dirinya telah ditarik dan ditempatkan di Pengadilan Tinggi (PT) Medan untuk mendapatkan pembinaan, sehingga ia merasa sudah memperoleh sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukannya.


Sementara Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang melakukan pembelaan menyatakan bahwa agar majelis MKH mempertimbangkan sanksi yang diberikan kepada terlapor. 


“Karena MS dianggap telah menjalankan tugasnya dengan baik selama sembilan tahun sebagai hakim ad hoc PHI, dan MS masih memiliki anak yang membutuhkan dukungan materi,” ucapnya. 


Namun, dalam putusan Ketua Majelis MKH Siti Nurdjanah menyatakan menolak pembelaan dari Minggu Saragih dan IKAHI. 


"Terlapor MS sebelumnya sudah pernah mendapat sanksi dari Mahkamah Agung berupa teguran tertulis karena bertemu pihak berperkara," tegasnya. (sh