Terdakwa Hendrik Kosumo (kiri) bersama istrinya Debby Kent ketika mendengarkan putusan majelis hakim di ruang sidang Cakra VI, Pengadilan Negeri Medan, Kamis (6/3/2025). (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Pengadilan Tinggi (PT) Medan memperkuat vonis mati terhadap Hendrik Kosumo (41), pemilik pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan.
“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 1778/Pid.Sus/2024/PN Mdn tanggal 6 Maret 2025 atas diri terdakwa Hendrik Kosumo,” demikian bunyi amar putusan banding Nomor: 939/Pid.Sus/2025/PT Mdn yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Longser Sormin di Medan, Senin (12/5/2025).
Majelis hakim menyatakan terdakwa tetap harus menjalani penahanan, dan membebankan biaya perkara dalam dua tingkat peradilan kepada negara.
Sebelumnya, majelis hakim PN Medan yang diketuai Nani Sukmawati menjatuhkan hukuman mati kepada Hendrik Kosumo karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Selain Hendrik, empat terdakwa lainnya juga divonis bersalah dalam perkara ini. Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43) dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena berperan dalam pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi.
Tiga terdakwa lainnya, yakni Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), dan Debby Kent (36) yang merupakan istri Hendrik Kosumo, masing-masing divonis 20 tahun penjara. Mereka terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika.
Majelis hakim menyebutkan bahwa perbuatan para terdakwa sangat meresahkan masyarakat dan bertentangan dengan upaya pemerintah dalam pemberantasan narkoba. “Hal yang meringankan tidak ditemukan,” ujar hakim.
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Medan, Rizqi Darmawan, juga menuntut hukuman mati bagi Hendrik dan Syahrul, serta pidana penjara seumur hidup untuk tiga terdakwa lainnya.
Kasus ini bermula dari penggerebekan yang dilakukan petugas Bareskrim Polri dan Polda Sumut pada Selasa, 11 Juni 2024, di sebuah rumah toko (ruko) di Jalan Kapten Jumhana. Di lokasi tersebut, polisi menemukan pabrik rumahan tempat produksi ekstasi.
Barang bukti yang disita antara lain alat cetak pil, bahan kimia padat seberat 8,96 kilogram, bahan kimia cair sebanyak 218,5 liter, serbuk mephedrone 532,92 gram, 635 butir ekstasi, serta berbagai bahan prekursor dan alat laboratorium.
Penyelidikan mengungkap bahwa pabrik itu telah beroperasi selama sekitar enam bulan dan mendistribusikan ekstasi ke sejumlah diskotek di Sumatera Utara, termasuk Kota Pematangsiantar.
Hendrik Kosumo dan istrinya, Debby Kent, disebut sebagai pemilik sekaligus pengelola pabrik. Sementara Syahrul mengurus pengadaan alat dan pemasaran, Hilda memesan barang, dan Arpen bertugas sebagai kurir. (rfn)