Notification

×

Iklan

Perkara Pemalsuan Akta Otentik, Notaris Adi Pinem Dituntut 2 Tahun Penjara

Senin, 02 Juni 2025 | 18:37 WIB Last Updated 2025-06-02T11:37:32Z

Terdakwa notaris, Adi Pinem saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Medan. (Foto: Istimewa) 

ARN24.NEWS
– Terjerat kasus pemalsuan akta otentik, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Adi Pinem (60) dituntut selama 2 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan.


“Terdakwa Adi Pinem selaku Notaris/PPAT dituntut selama 2 tahun penjara, dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randi Tambunan kepada wartawan usai persidangan di Ruang Cakra Utama PN Medan, Senin (2/6/2025) siang.


JPU Randi Tambunan menjelaskan, dalam kasus ini terdapat dua terdakwa lainnya, yakni Lie Yung Ai (berkas terpisah) dan Karim Tano Tjandra yang masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).


“Untuk terdakwa Lie Yung Ai sakit, belum masuk tahap tuntutan. Sedangkan Karim Tano Tjandra masih DPO,” jelasnya.


Sebelumnya, persidangan beragendakan pembacaan pembelaan (pleidoi) dari terdakwa Adi Pinem dan penasehat hukumnya.


Setelah pembelaan dibacakan, majelis hakim diketuai Jon Sarman Saragih menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda replik dari JPU.


Dikutip dari dakwaan JPU disebutkan, Adi Pinem didakwa bersama-sama dengan Lie Yung Ai dan Karim Tano Tjandra telah memalsukan dua akta penting pada tahun 2020 di Kantor Notaris Adi Pinem, Jalan Kolonel Sugiono No. 10-B, Medan Maimun.


Pemalsuan diduga dilakukan dengan membuat akta bertanggal mundur, yaitu Akta No. 57 tanggal 29 Oktober 2001 dan Akta No. 58 tanggal 29 November 2001, untuk memberikan legalitas palsu terhadap kepemilikan dan susunan pengurus PT. PERKHARIN.


“Proses ini bermula dari pertemuan antara Karim dan saksi Sonny Wicaksono (telah divonis dalam putusan berkekuatan hukum tetap), yang membahas sengketa saham PT. First Mujur Plantation & Industry,” ujar JPU.


Karim kemudian meminta Adi Pinem membuat akta dengan mencantumkan data fiktif dan tanggal yang dimundurkan, meski akta-akta tersebut tidak memiliki dasar dokumen sah atas kepemilikan saham oleh Karim.


Adi Pinem juga melibatkan stafnya dalam proses pengetikan serta mengatur penghadap palsu dalam dokumen, yang sebenarnya merupakan karyawan Karim. Pertemuan untuk membahas isi akta juga dilakukan di kantor PT. Gunung Bangau, Medan.


Sebagai imbalan atas perbuatannya, Adi Pinem menerima pembayaran jasa sebesar Rp10 juta dari Lie Yung Ai, staf PT. Gunung Bangau, setelah akta-akta tersebut diserahkan kepada yang bersangkutan.


Akta-akta palsu ini kemudian digunakan oleh Sonny Wicaksono dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor: 16/Pdt.G/2022/PN.Mdn, yang menyatakan dirinya sebagai Direktur PT. PERKHARIN. 


Namun posisi tersebut secara sah dipegang oleh Hendi Lukman berdasarkan Akta Pendirian No. 16 Tahun 2000 yang disahkan Menteri Kehakiman dan HAM RI. Hendi Lukman tidak pernah memberikan kuasa kepada Sonny maupun kuasa hukumnya untuk mengajukan gugatan tersebut.


“Dua akta buatan terdakwa Adi Pinem tidak pernah terdaftar dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham, dan bertentangan dengan data resmi yang tercatat dalam sistem tersebut. Hal ini diperkuat oleh keterangan ahli dari Kemenkumham RI, Rahayu Lestari Sukesih,” ungkap JPU.


Akibat perbuatan para terdakwa, saksi korban Hendi Lukman yang merupakan Direktur Utama PT. Permata Kharisma Indah mengalami kerugian materiel berupa biaya operasional dalam proses hukum atas gugatan Perkara Nomor: 16/Pdt.G/2022/PN.Mdn tertanggal 7 Januari 2022.


“Perbuatan para terdakwa juga menimbulkan ketidaknyamanan kepada saksi korban Hendi Lukman karena adanya potensi tuntutan hukum dari pihak yang membeli saham milik PT. Permata Kharisma Indah di PT. Barumun Agro Sentosa,” tutup JPU. (sh