ARN24.NEWS – Ahli waris menggugat PT Jaya Beton Indonesia dalam perkara perbuatan melawan hukum (PMH) yang kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara.
Sidang dengan nomor perkara 209/Pdt.G/2025/PN Mdn tersebut dipimpin Hakim Ketua Deny Syahputra dengan agenda pemeriksaan setempat atau sidang lapangan, Jumat (22/8).
Dalam pemeriksaan di lokasi sengketa yang berada di Jalan Takenaka/Jalan P. Danau Siombak, Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, hakim meninjau batas-batas dan luas lahan sesuai dalil gugatan.
“Sidang dibuka dan terbuka untuk umum. Pemeriksaan ini hanya untuk memastikan batas-batas objek sengketa, bukan soal kepemilikan,” kata Hakim Ketua Deny Syahputra di lokasi.
Hakim kemudian memberi waktu dua pekan kepada penggugat dan tergugat untuk menyampaikan kesimpulan secara elektronik melalui aplikasi e-Court sebelum sidang dilanjutkan kembali.
“Sidang ditunda hingga dua pekan mendatang, dengan agenda kesimpulan,” ujar Hakim Deny.
Hadir dari pihak penggugat yakni Lindawati dan Afrizal Amris selaku ahli waris bersama kuasa hukumnya Bambang Samosir dan Riki Sihombing, sedangkan dari pihak tergugat hadir General Manager PT Jaya Beton Indonesia Wahyudi dengan kuasa hukumnya.
Wahyudi menyebut PT Jaya Beton Indonesia sudah lima kali menghadapi gugatan serupa.
“Ini yang kelima kalinya, jadi seharusnya sudah selesai, karena sudah beberapa kali dibuktikan dan tidak terbukti,” jelasnya.
Terkait alas hak lahan, Wahyudi menegaskan PT Jaya Beton Indonesia telah memiliki sertifikat dengan luas 8,9 hektare dari semula 9,6 hektare.
Namun, kuasa hukum penggugat Bambang Samosir membantah pernyataan tersebut.
“Klien kami baru dua kali menggugat PT Jaya Beton Indonesia. Pertama pada 2024 dengan putusan NO, dan yang kedua saat ini. Jadi bukan lima kali,” ujarnya.
Bambang juga menegaskan bahwa alas hak PT JBI bukan sertifikat, melainkan Hak Guna Bangunan (HGB). Sementara pihak penggugat memiliki Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi (PHGR) tahun 1983 sebanyak 18 surat asli.
“Tergugat menyebut lahannya 8,9 hektare, tetapi surat-surat kami menunjukkan luas 12,7 hektare. Bahkan, dalam persidangan sebelumnya yang mereka tunjukkan adalah HGB, bukan sertifikat,” tegas Bambang.
Meski demikian, ia mengapresiasi jalannya sidang lapangan karena dihadiri para pihak dan hakim, serta menghasilkan kesesuaian batas-batas wilayah.
“Hakim sudah tegas menyatakan sidang lapangan ini hanya terkait batas, bukan soal kepemilikan,” ucapnya.
Bambang menjelaskan gugatan ini diajukan ahli waris Lindawati dan Afrizal Amris karena menilai PT Jaya Beton Indonesia merugikan hak kliennya atas objek tanah seluas 12,74 hektare dengan nilai objek materil Rp624 miliar.
“Gugatan pertama dengan nomor 271/Pdt.G/2024/PN Mdn dinyatakan tidak dapat diterima, lalu kami kembali mengajukan gugatan PMH dengan nomor perkara 209/Pdt.G/2025/PN Mdn,” tegasnya. (rfn)