Notification

×

Iklan

Fakta Baru Terungkap di Sidang Suap Proyek Jalan, Uang Miliaran Rupiah Mengalir ke Sejumlah Pejabat di Sumut

Rabu, 15 Oktober 2025 | 21:48 WIB Last Updated 2025-10-15T14:48:06Z

Terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG) dan anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM) saat menjalani sidang. (Foto: Istimewa) 

ARN24.NEWS
– Fakta baru kembali terungkap di persidangan dugaan suap proyek jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut), dengan terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG) dan anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM).


Mariam selaku bendahara PT DNG yang dihadirkan JPU KPK sebagai saksi mengungkapkan adanya aliran uang miliaran rupiah kepada sejumlah aparatur sipil negara untuk memuluskan proyek yang bersumber dari anggaran pemerintah daerah maupun provinsi.


“Dana itu disalurkan atas perintah Direktur Utama PT DNG, Akhirun Piliang, untuk kepentingan proyek,” kata Mariam saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Khamozaro Waruwu di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Rabu (15/4/2025).


Berdasarkan catatan keuangan perusahaan, lanjut dia, pada tahun 2024 tercatat adanya transfer dana sebesar Rp 2,3 miliar kepada Mulyono selaku mantan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Sumut.


“Kepada Mulyono sebesar Rp 2,38 miliar, ini benar?” tanya hakim Khamozaro yang dijawab tegas oleh saksi Mariam dengan membenarkan transaksi tersebut.


Masih pada tahun yang sama, Mariam juga menyebut telah mentransfer Rp 7,27 miliar kepada Elpi Yanti Harahap merupakan mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mandailing Natal.


Kemudian, uang senilai Rp 1,27 miliar kepada mantan Kepala Dinas PUPR Kota Padangsidimpuan Ahmad Juni, lalu Rp 467 juta kepada pejabat Dinas PUPR Padanglawas Utara bernama Hendri, serta Rp 1,5 miliar kepada Ikhsan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).


Mariam menambahkan, masih banyak pihak lain yang turut menerima dana suap dan gratifikasi dari PT DNG sebagaimana tercatat dalam pembukuan perusahaan.


Mendengar keterangan tersebut, Hakim Ketua Khamozaro Waruwu tampak geram. Ia menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menindaklanjuti keterangan saksi secara lebih mendalam.


“Perkara ini semestinya diperluas agar penerima dana juga ditelusuri. Bila perlu, penyelidikan diteruskan ke Kejaksaan Agung,” ujar Hakim Khamozaro menegaskan di ruang sidang.


Fakta lain yang turut mengejutkan, terungkap bahwa PT DNG memiliki cap resmi atau stempel Dinas PUPR Sumut dan UPTD Gunungtua. 


Hal tersebut disampaikan oleh saksi Taufik Hidayat Lubis selaku Komisaris PT DNG sekaligus pengurus berkas lelang proyek di instansi tersebut.


Dalam keterangannya, Taufik mengaku bekerja sama dengan Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi Piliang untuk mengurus proyek-proyek konstruksi pemerintah. 


Ia juga menyebut perusahaan lain miliknya, PT Prima Duta dan CV Prima Duta, beberapa kali digunakan oleh Akhirun untuk memenangkan tender.


Namun, sepanjang sidang, Taufik kerap mengaku lupa terhadap sejumlah transaksi. Saat JPU KPK menyinggung adanya penyerahan uang tunai sebesar Rp 1,3 miliar di kantor pusat Bank Sumut, Taufik menyatakan tidak mengenal penerima dana tersebut.


Pernyataan itu membuat hakim Khamozaro kembali bereaksi keras. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin uang senilai Rp 1,3 miliar diserahkan kepada orang yang tidak dikenal.


“Kepada siapa uang dengan kode ‘Sipiongot DP 7,5’ itu diserahkan?” tanya Hakim Khamozaro Waruwu kepada terdakwa Akhirun Piliang.


Mendengar pertanyaan itu, terdakwa Akhirun sempat terdiam sebelum menjawab bahwa dana tersebut merupakan pinjaman kepada rekan bernama Lunglung.


“Uang itu merupakan pinjaman majelis hakim,” kilah terdakwa Akhirun. (sh