
Terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Mitra Visioner Pratama (MVP), Hendrick Raharjo, saat mendengarkan nota tuntutan jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor Medan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS – Direktur Utama (Dirut) PT Mitra Visioner Pratama (MVP), Hendrick Raharjo, dituntut 31 bulan penjara, dalam kasus korupsi pengadaan layanan Internet Service Provider (ISP) di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Tahun Anggaran 2020 dan 2021.
Perbuatan terdakwa bersama Kepala Dinas Kominfo Taput, Polmudi Sagala dan Pejabat Pembuat Komitmen, Hanson Einstein Siregar, ST (berkas terpisah), telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 642 juta, tahun 2020.
"Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hendrick Raharjo selama 1 tahun 3 bulan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar jaksa penuntut umum (JPU), Budi Setiawan Putra Sitorus, di Ruang Cakra Utama Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (6/10/2025).
Sementara pada tahun 2021, dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,3 miliar lebih, JPU juga menuntut terdakwa Hendrick selama 1,5 tahun penjara. Selain itu, terdakwa dituntut membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Perbuatan terdakwa diyakini terbukti melanggar Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," tegas JPU.
Usai mendengarkan tuntutan, hakim ketua Cipto Nababan memberikan kesempatan kepada penasehat hukum terdakwa, untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada sidang pekan depan.
Mengutip dakwaan, Hendrick bersama dengan Kepala Dinas Kominfo Taput, Polmudi Sagala dan Pejabat Pembuat Komitmen, Hanson Einstein Siregar, ST (berkas terpisah) korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah.
Terdakwa telah melakukan pengalihan pekerjaan pengadaan jasa internet kepada perusahaan yang tidak memenuhi syarat dan tidak terdaftar sebagai penyedia resmi di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
PT MVP yang tidak memiliki jaringan ISP di wilayah Taput, justru menerima kontrak senilai Rp1,44 miliar untuk layanan internet 300 Mbps melalui metode e-Katalog.
Sementara di tahun 2021, terdakwa menerima kontrak sebesar Rp2,4 miliar lebih, untuk layanan internet 600 Mbps melalui metode e-Katalog.
Namun, pekerjaan tersebut kemudian dialihkan secara tidak sah kepada PT Mitra Visioner Solusindo (MVS), yang juga bukan perusahaan ISP resmi, dan selanjutnya bekerjasama dengan PT Indonesia Comnets Plus (ICON+) Regional Pekanbaru untuk menyewa jaringan fiber optik.
Padahal PT Mitra Visioner Solusindo bukan merupakan perusahaan Internet Service Provider (ISP) dan tidak terdaftar dalam Lembaga Kebijakan Barang dan Jasa Pemerintah untuk penggunaan/sewa jalur fiber optik. (sh)








