Notification

×

Iklan

Kuasai Aset PT KAI, Anak Mantan Wali Kota Medan dan 2 Koleganya Divonis 1 Tahun Bui

Senin, 20 Oktober 2025 | 21:43 WIB Last Updated 2025-10-20T14:43:08Z

Ketiga terdakwa saat mendengarkan amar putusan majelis hakim Tipikor Medan. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Tiga terdakwa kasus korupsi penguasaan aset milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di Jalan Sutomo No. 11, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, divonis satu tahun penjara, Senin (20/10/2025).


Ketiga terdakwa tersebut, yaitu Johan Evandy Rangkuty yang merupakan anak mantan Wali Kota Medan tahun 1980–1990 mendiang Agus Salim Rangkuty, Risma Siahaan, dan Ryborn Tua Siahaan.


Dalam vonisnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan meyakini perbuatan ketiganya telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) secara bersama-sama yang merugikan keuangan negara sebesar Rp35,4 miliar.


"Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda sejumlah Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan," ucap Ketua Majelis Hakim, Sarma Siregar, di Ruang Sidang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan.


Ketiganya juga dibebankan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang timbul dalam kasus ini. Risma sejumlah Rp 21,9 miliar dan Johan Rp 13,5 miliar. Sementara, Ryborn tidak dikenakan membayar UP karena dinilai tak menikmati.


Aset senilai Rp 21,9 miliar dan Rp 13,5 miliar yang sempat dikuasai tersebut telah disita oleh pihak Kejaksaan Negeri Medan dan dikembalikan kepada PT KAI di Jalan Sutomo No. 11 Medan. Sehingga, hakim menyatakan aset itu dirampas negara sebagai perhitungan pembayaran UP.


"Keadaan yang memberatkan, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Keadaan yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan," kata Sarma.


Hakim menyatakan ketiganya melanggar dakwaan subsider, yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Setelah membacakan putusan, hakim memberikan waktu berpikir-pikir selama tujuh kepada para terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) untuk menentukan sikap terkait apakah menerima atau mengajukan upaya hukum banding.


Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut para terdakwa satu tahun enam bulan (1,5 tahun) penjara dan denda masing-masing sebesar Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan.


Jaksa juga menuntut Risma membayar UP sebesar Rp 21,9 miliar dan Johan Rp 13,5 miliar. Meski aset senilai Rp 21,9 miliar dan Rp 13,5 miliar tersebut sempat dikuasai dan telah disita oleh, hukuman UP tetap harus dibebankan.


Jika UP tak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta benda para terdakwa yang telah disita oleh jaksa dilelang untuk menutupi UP tersebut.


Namun, apabila berdasarkan hasil pelelangan ternyata UP masih belum tertutupi juga, harta benda para terdakwa yang lainnya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut. 


Dalam hal para terdakwa tidak mempunyai harta benda lainnya yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka harus dihukum dengan hukuman masing-masing satu tahun penjara. (sh