Notification

×

Iklan

Rahmadi Menolak Bungkam, Bongkar Rekayasa dan Pemerasan oleh Oknum Penegak Hukum

Jumat, 10 Oktober 2025 | 11:07 WIB Last Updated 2025-10-10T04:07:08Z

Rahmadi membawa sebuah bukti rekaman penting – rekaman yang kini disebut banyak pihak sebagai “kotak pandora perkara Rahmadi. (Foto: Istimewa) 

ARN24.NEWS
– Suara perlawanan Rahmadi akhirnya pecah di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai. Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu menolak tunduk pada bayang-bayang hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yang menjeratnya dalam perkara dugaan kepemilikan narkotika. 


Di hadapan majelis hakim, Rahmadi membawa sebuah bukti rekaman penting – rekaman yang kini disebut banyak pihak sebagai “kotak pandora perkara Rahmadi”.


“Saya akan tersiksa dan menderita 9 tahun,” jerit Rahmadi dalam pledoinya, l menggambarkan keputusasaan dan perlawanan terhadap sistem hukum yang menurutnya telah dipelintir oleh oknum aparat.


Dalam pembacaan pledoi, Rahmadi bersama tim kuasa hukumnya, Ronald Siahaan, menyerahkan bukti video rekaman saat penangkapan. 


Dalam video berdurasi singkat itu, tepat pada menit ke 01:50 hingga menit ke 02:00, terdengar jelas suara saksi Victor Topan Ginting mengatakan; “Lombek sudah di situ, jangan kau aneh-aneh, BB kau ini…” sambil memegang kantong celananya sendiri.


Namun ironisnya, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), barang bukti narkotika justru dinyatakan ditemukan di bagasi belakang mobil Rahmadi, tepatnya di dalam kotak lampu.


Lebih mencurigakan lagi, dua polisi yang menangkap Rahmadi memberikan kesaksian berbeda di persidangan: satu menyebut barang bukti ditemukan di bangku sopir, sementara lainnya menyatakan di bangku penumpang.


Pertentangan fakta ini membuka tabir rekayasa dan kejanggalan yang selama ini terkunci rapat dalam berkas perkara.


Menurut Ronald Siahaan, kuasa hukum Rahmadi, “Video itu bukan sekadar rekaman, tapi bukti hidup bagaimana sebuah kasus bisa direkayasa oleh aparat untuk memenuhi kepentingan tertentu. Jika ini dibiarkan, maka hancurlah keadilan,” katanya. 


Dari bukti yang dihadirkan, tersingkap tiga sisi kelam dari kasus ini: Pertama, dugaan kuat adanya rekayasa kasus oleh oknum penyidik sejak awal pelaporan Form A hingga penyitaan barang bukti. 


Nama Kompol DK dan Victor Topan Ginting disebut dalam konstruksi dugaan persekongkolan ini.


Kedua, Rahmadi mengaku diperas oleh Victor Topan Ginting hingga kehilangan uang sebesar Rp 11.200.000 dari rekening pribadinya. Ketiga, aliran dana hasil dugaan pemerasan tersebut bahkan ditelusuri mengalir ke rekening seseorang bernama Rika Purba, yang diduga bagian dari kelompok Victor Topan Ginting.


“Perkara ini tidak sekadar menyangkut nasib seorang Rahmadi, tapi menyangkut wibawa hukum di negeri ini. Jika kotak pandora ini benar-benar dibuka, maka publik akan melihat sisi gelap penegakan hukum yang busuk dan menindas rakyat kecil,” ujar Ronald dengan nada tegas.


Rahmadi kini berharap majelis hakim berani mengambil keputusan berdasarkan fakta, bukan rekayasa. Ia menuntut agar dirinya dibebaskan dari segala dakwaan, serta meminta pertanggungjawaban hukum bagi oknum Kompol DK, Victor Topan Ginting, dan Jaksa Penuntut Umum di Tanjung Balai yang diduga turut menutup-nutupi kebenaran.


“Ini bukan hanya tentang saya,” kata Rahmadi lirih sebelum meninggalkan ruang sidang. “Ini tentang siapa pun yang bisa dijebak dengan skenario kotor serupa. Saya melawan, karena diam artinya mati pelan-pelan,” tandasnya.


Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan penggiat hukum yang menilai, bila terbukti ada manipulasi barang bukti dan pemerasan oleh aparat, maka kasus Rahmadi akan menjadi pukulan telak bagi integritas penegakan hukum di Sumatera Utara. (sh