Ilustrasi. (Foto: Istockphoto/Delmaine Donson)
ARN24.NEWS -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyambangi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengirimkan surat permintaan informasi publik terkait dengan klaim big data yang menyebut 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
"Kami mendesak Luhut agar segera membuka informasi publik berupa big data pengguna internet yang mendukung penundaan pemilihan umum tahun 2024," ujar peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana, dilansir CNNIndonesia.com, Rabu (30/3/2022).
Desakan itu, kata dia, didasarkan pada ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf f Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Menurut Kurnia, pernyataan Luhut yang disampaikan dalam pertemuan terbuka untuk umum dikategorikan oleh UU sebagai informasi publik yang wajib disediakan setiap saat.
"Sehingga, jelas, tidak ada alasan bagi Luhut untuk menolak membuka big data yang disampaikan," kata Kurnia.
ICW, terang Kurnia, mempunyai beberapa pertanyaan terkait klaim big data 110 juta pengguna media sosial mendukung usulan Pemilu 2024 ditunda.
Pertama, soal kapasitas Luhut yang menyampaikan big data. Sebab, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2019 tentang Kemenkomarves, Luhut tidak diminta untuk mengurusi perihal kepemiluan.
Kedua, Kurnia menyoroti Juru Bicara Kemenkomarves, Jodi Mahardi, yang pada 15 Maret 2022 lalu mengutarakan bahwa big data yang disampaikan oleh Luhut dikelola secara internal.
"Dari sini, muncul pertanyaan lanjutan, misalnya, apa yang dimaksud dengan internal? Apakah pemaknaannya diarahkan kepada Kemenkomarves? Jika iya, apa landasan hukum yang membenarkan pengelolaan big data perihal rencana penundaan Pemilu 2024 dilakukan oleh kementerian tersebut?" tutur Kurnia.
Ketiga, ICW mempertanyakan validitas metode pengelolaan dan pengambilan responden big data yang disampaikan Luhut. Sebab, lanjut Kurnia, hasilnya sangat berbeda jauh dengan temuan sejumlah lembaga survei kredibel.
"Hal tersebut terindikasi janggal, sebab, data Luhut bertolak belakang dengan temuan sejumlah lembaga survei yang kredibel," ucap Kurnia.
"Misalnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang pada awal Maret lalu mengemukakan data bahwa 70 persen responden menolak penundaan pemilu. Selain itu, Lembaga Survei Nasional (LSN) dan Litbang Kompas juga menyebut poin serupa dengan persentase 68,1 persen dan 62,3 persen," pungkas Kurnia.
Sebelumnya, Luhut mengungkapkan big data yang berisikan percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung usulan Pemilu 2024 ditunda dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Luhut mengklaim pemilih Partai Demokrat, Gerindra, dan PDIP mendukung wacana tersebut. Akan tetapi, ketiga partai politik tersebut diketahui sudah menyatakan menolak usulan penundaan Pemilu 2024.
"Kalau rakyatnya terus berkembang terus gimana, nanti bilang DPR gimana, MPR bagaimana, ya kan konstitusi yang dibikin itu yang harus ditaati presiden. Konstitusi yang memerintahkan presiden, siapa pun presidennya," ucap dia.
Jodi Mahardi sempat menyebut tidak bisa membuka big data itu ke publik. Ia hanya mengatakan big data itu dikelola secara internal. (cnn)