Mantan Presiden Amerika, Donald Trump, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (AFP PHOTO)
ARN24.NEWS -- Kedekatan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin kembali menjadi sorotan. Sejak invasi Rusia ke Ukraina berlangsung, Trump getol berkomentar dan memuji langkah Putin melancarkan agresi ke negara eks Uni Soviet itu.
Beberapa hari sebelum invasi Rusia ke Ukraina berlangsung, Trump memuji Putin pemimpin genius lantaran telah mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhasnk secara sepihak. Kedua wilayah itu terletak di timur Ukraina yang selama ini dikuasai kelompok separatis pro-Rusia.
"Saya mengetahuinya kemarin dan ada siaran televisi, dan saya mengatakan 'Ini genius.' Putin mendeklarasikan porsi besar Ukraina, untuk Ukraina, Putin mendeklarasikannya merdeka. Sangat menakjubkan," kata Trump, dilansir CNN, Kamis (31/3/2022).
Namun, kedekatan Trump dan Putin telah berlangsung lama bahkan jauh sebelum Trump menjadi Presiden Amerika.
Selama bertahun-tahun, hubungan Trump dan Putin dikenal cukup dekat. Trump memang juga dikenal dekat dengan oligarki Rusia dan lingkaran pemerintahan negeri beruang merah yang sebagian besar relasi itu diselimuti oleh uang.
Salah satunya, penjualan real estate mewah milik Trump, Palm Beach, yang ia jual kepada oligarki Rusia seharga US$95 juta empat tahun setelah membelinya dengan harga US$41 juta.
Kedekatan itu bahkan tercermin hingga Trump menjabat di Gedung Putih 2017-2021 lalu yang membawa relasi AS-Rusia menghangat. Rusia juga disebut-sebut membantu Trump memenangkan pemilihan presiden 2016 lalu, hal yang terus dibantah sang taipan real estate terlepas dari berbagai fakta dan bukti yang ada.
Dalam kicauan di Twitternya pada 2013 jauh sebelum menjadi presiden AS, Trump juga pernah mengisyaratkan keinginannya untuk dekat dengan Putin.
"Apakah [Putin] akan menjadi sahabat baru saya?," bunyi kicauan Trump tersebut.
Tak hanya itu, presiden Ukraina pro-Rusia yang digulingkan, Petro Poroschenko, sempat merekrut konsultan politik AS, Paul Manafort, sebelum lengser 2013 lalu. Beberapa tahun kemudian,Manafort menjadi manajer kampanye Trump di pilpres AS 2016.
Trump juga menyuarakan dukungannya terhadap pencaplokan Crimea oleh Rusia, meski langkah itu melawan kedaulatan Ukraina.
"Warga Crimea, dari yang saya dengar, memilih untuk bersama Rusia dibandingkan posisi mereka sekarang," kata Trump dalam ABC News pada Juli 2016. Pendapat ini juga menjadi pembenaran Putin atas pencaplokan Crimea.
Trump bahkan sempat berniat membangun menara gedung Trump Tower di Moskow bahkan saat dia mencalonkan diri sebagai presiden.
Selain itu, Trump pun sempat mengusulkan agar Rusia masuk ke kelompok G7, organisasi negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Namun, usulan ini tak disambut baik oleh negara G7 lainnya.
Tak hanya itu, Trump pernah dikabarkan menolak menerapkan sanksi kepada Rusia.
"Dalam hampir semua kasus, sanksi yang diterapkan dikomplain oleh Trump dan mengatakan bahwa kita terlalu keras," kata mantan penasihat keamanan nasional Trump, John Bolton.
Bolton juga pernah menyampaikan Putin sempat berpikir Trump mungkin bisa membuat AS keluar dari NATO. Namun, Trump malah kalah dari Presiden Joe Biden pada pemilu 2020.
Menurut mantan Wakil Menteri Pertahanan AS, Michele Flournoy, keluarnya Washington dari NATO merupakan salah satu 'kesuksesan terliar' yang diinginkan Putin.
Trump juga pernah melindungi Rusia dari celaan akibat sejumlah masalah, salah satunya tuduhan Moskow ikut campur dalam pilpres AS 2016. Menggemakan propaganda Rusia, Trump memimpin beberapa pengikut Republik dengan menuduh Ukraina lah yang mencampuri pemilu AS pada 2016, bukan Moskow.
"Ini adalah narasi fiksi yang dibuat dan disebarkan oleh layanan keamanan Rusia sendiri," kata Fiona Hill, yang sempat mengarahkan kebijakan Rusia di Dewan Keamanan Nasional AS saat Trump memimpin. (pwn/rds)