Notification

×

Iklan

Iklan

Ribuan Demonstran Kuasai Istana Presiden Sri Lanka

Senin, 11 Juli 2022 | 01:27 WIB Last Updated 2022-09-13T11:21:45Z

Ribuan demonstran berhasil 'menduduki' Istana Kepresidenan Sri Lanka di Kolombo untuk menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri, Sabtu, 9 Juli 2022. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
-- Ribuan demonstran berhasil 'menduduki' Istana Kepresidenan Sri Lanka di Kolombo untuk menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri, Sabtu, 9 Juli 2022. 


Demo ini bagian kemarahan publik selama berbulan-bulan atas krisis ekonomi terburuk negara itu dalam tujuh dekade.


Beberapa pengunjuk rasa, memegang bendera Sri Lanka dan memakai helm, masuk ke kediaman presiden Gotabaya Rajapaksa, demikian disiarkan saluran berita TV lokal News First.


Ribuan pengunjuk rasa juga mendobrak gerbang sekretariat presiden di tepi laut, yang telah menjadi tempat protes duduk selama berbulan-bulan, dan memasuki tempat itu, tanpa bisa dicegah petugas keamanan.


Personel militer dan polisi di kedua lokasi tidak mampu menahan massa, yang meneriakkan slogan-slogan meminta Presiden Rajapaksa mundur.


Dua sumber kementerian pertahanan mengatakan Presiden Rajapaksa dipindahkan dari kediaman resmi pada hari Jumat untuk keselamatannya menjelang rapat umum yang direncanakan selama akhir pekan.


Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe pada Sabtu mengadakan pertemuan dengan para pemimpin partai untuk membahas situasi dan mencapai resolusi cepat, kata kantornya dalam sebuah pernyataan.


Dia juga telah meminta Ketua DPR memanggil anggota parlemen bersidang, kata pernyataan itu. Wickremesinghe juga telah dipindahkan ke lokasi yang aman, kata sumber pemerintah kepada Reuters dilansir dari tempo.co, Minggu, 10 Juli 2022.


Dikutip dari siaran langsung Facebook dari dalam rumah presiden menunjukkan ratusan pengunjuk rasa, beberapa terbungkus bendera, masuk ke ruangan dan koridor, meneriakkan slogan menentang Rajapaksa.


Ratusan lainnya berseliweran di halaman di luar gedung bercat putih era kolonial itu. Tidak ada petugas keamanan yang terlihat.


Setidaknya 21 orang, termasuk dua polisi terluka dan dirawat di rumah sakit dalam protes yang sedang berlangsung, kata sumber rumah sakit kepada Reuters.


Negeri pulau berpenduduk 22 juta orang itu berjuang di bawah kekurangan devisa yang parah hingga membatasi impor bahan bakar, makanan dan obat-obatan, menjerumuskannya ke dalam krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948.


Krisis terjadi setelah Covid-19 menghantam ekonomi yang bergantung pada pariwisata dan memangkas pengiriman uang dari pekerja luar negeri, dan telah diperparah oleh penumpukan utang pemerintah yang besar, kenaikan harga minyak dan larangan impor pupuk kimia tahun lalu yang menghancurkan pertanian.


Banyak yang menyalahkan kemunduran negara itu pada Presiden Rajapaksa. Protes yang sebagian besar damai sejak Maret menuntut pengunduran dirinya.


Ribuan orang memadati distrik pemerintah Kolombo, meneriakkan slogan-slogan menentang presiden dan membongkar beberapa barikade polisi untuk mencapai istana presiden Rajapaksa, kata seorang saksi mata.


Polisi melepaskan tembakan ke udara tetapi tidak dapat menghentikan massa yang marah di sekitar kediaman presiden, kata saksi itu.


Meskipun kekurangan bahan bakar yang parah telah menghentikan layanan transportasi, para demonstran memadati bus, kereta api dan truk dari beberapa bagian negara menuju Kolombo untuk memprotes kegagalan pemerintah melindungi mereka dari kehancuran ekonomi.


Ketidakpuasan terus memuncak dalam beberapa pekan terakhir karena negara yang kekurangan uang itu berhenti menerima pengiriman bahan bakar, memaksa penutupan sekolah dan penjatahan bensin dan solar untuk layanan penting.


Sampath Perera, seorang nelayan berusia 37 tahun naik bus yang penuh sesak dari kota tepi laut Negombo, 45 km utara Kolombo, untuk bergabung dalam protes.


"Kami telah berulang kali mengatakan kepada (presiden) Gota untuk mundur tetapi dia masih berpegang teguh pada kekuasaan. Kami tidak akan berhenti sampai dia mendengarkan kami," kata Perera.


Dia termasuk di antara jutaan orang yang terhimpit oleh kekurangan bahan bakar kronis dan inflasi yang mencapai rekor 54,6% pada bulan Juni.


Ketidakstabilan politik dapat merusak pembicaraan Sri Lanka dengan Dana Moneter Internasional (IMF) mencari bailout $3 miliar, restrukturisasi beberapa utang luar negeri dan penggalangan dana dari sumber multilateral dan bilateral untuk mengurangi kekeringan dolar. (tmc/net)