Notification

×

Iklan

Iklan

Pertama di Indonesia, Perkara Korupsi Jabiat Sagala Tidak Ditemukan Adanya Kerugian Negara Malah Divonis Bersalah

Rabu, 31 Agustus 2022 | 09:43 WIB Last Updated 2022-08-31T07:49:44Z

Tim kuasa hukum terdakwa Jabiat Sagala. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
-- Tim kuasa hukum Jabiat Sagala merasa aneh dan mengatakan mungkin baru pertama kali di Indonesia, terdakwa kasus dugaan korupsi yang tidak terbukti menimbulkan kerugian negara namun tetap dihukum pidana penjara. 


"Dalam perkara tindak pidana dugaan korupsi pada penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat Tahun 2020 yang didakwakan JPU kepada klien kami, Jabiat Sagala tidak terbukti adanya kerugian negara tapi kenapa tetap diputus bersalah," kata pengacara Jabiat Sagala, Parulian Siregar SH MH dan Hutur Irvan V Pandiangan SH MH usai melaporkan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut), Selasa (30/8/2022) siang.


Ia menegaskan hal itu berdasarkan fakta-fakta yang ada. Selain itu, hakim yang menyidangkan perkara itu sendiri juga mengatakan tidak ada kerugian negara, tapi kenapa dihukum 1 tahun penjara. Menurutnya, apabila tidak terbukti ada kerugian negara, seharusnya kliennya divonis bebas. 


"Aneh memang, perkara korupsi yang menjerat klien kami, tidak ada kerugian negara dan dana yang disebut korupsi malah sampai ke tangan masyarakat tapi kenapa tetap dihukum, ini kan seperti dipaksakan. Apalagi dalam pertimbangan hakim bahwa dana Belanja Tidak Terduga Penanggulangan Bencana Non-Alam dalam Penanganan Covid-19 Status Siaga Darurat dinikmati oleh masyarakat Kabupaten Samosir," katanya.


Parulian juga menegaskan meski kliennya divonis lebih ringan dan tidak dibebankan membayar uang pengganti yang jauh berbeda dengan tuntutan JPU yang menuntut 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta, subsidar 6 bulan kurungan serta dibebankan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp 944.050.768, namun mereka tetap mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan.


"Jadi salah satu dasar ini lah makanya kami melaporkan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon karena asal muasal perkara ini adalah wewenang dia sebagai kepala daerah yang mengambil kebijakan digelarnya status siaga darurat Covid-19 di Kabupaten Samosir," pungkasnya. (sh)