Notification

×

Iklan

Iklan

Ketua LPAI Medan Apresiasi MA Vonis 10 Tahun Terdakwa Pencabulan Anak di Bawah Umur

Kamis, 29 September 2022 | 12:14 WIB Last Updated 2022-09-29T05:23:16Z

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kota Medan, Komala Sari SH MH. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kota Medan, Komala Sari SH MH mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Ebit Natal Nael Simbolon (50) terdakwa pencabulan anak di bawah umur dengan pidana penjara selama 10 tahun.


"Kita mengapresiasi putusan majelis hakim MA yang telah menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun," kata Komala Sari SH MH kepada arn24.news ketika dimintai tanggapannya, Kamis, 29 September 2022.


Menurutnya, hukuman itu setidaknya dapat memberikan efek jera, tidak hanya bagi terdakwa, tetapi juga menjadi pembelajaran dan mencegah adanya pelaku kekerasan seksual lainnya.


"Meskipun di Pengadilan tingkat pertama terdakwa divonis bebas yang diwarnai perbedaan pendapat hakim (dissenting opinion), namun upaya JPU mengajukan kasasi berhasil meyakinkan MA dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun," ujarnya.


Atas hal itu, Bendahara Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Suara Advokat Indonesia (SAI) ini juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya atas upaya JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) yang telah berhasil meyakinkan MA dengan sekurang kurangnya dua alat bukti yang sah.


"Sehingga MA memperoleh keyakinan tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa yang telah melakukannya. Semoga hukuman terhadap terdakwa dapat membuat efek jera, dan bisa mencegah adanya pelaku kekerasan seksual lainnya," sebutnya.


Terkait putusan MA tersebut, Ia meminta agar pihak Kejati Sumut segera mengeksekusi terdakwa. "Kita meminta agar secepatnya pihak kejaksaan mengeksekusi terdakwa dan menjebloskan terdakwa ke penjara untuk menjalani hukuman sebagaimana putusan majelis hakim MA," katanya.


Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Graha Kirana ini juga mengajak masyarakat untuk berani bicara dan melaporkan ke penegak hukum terkait maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, bahkan di institusi pendidikan.


"LPAI mengajak kepada masyarakat yang mengetahui, melihat, menyaksikan, atau mengalami kasus kekerasan segera melaporkan ke aparat penegak hukum," pungkasnya.


Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas yang sebelumnya diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketuai Ahmad Sumardi terhadap Ebit Natal Nael Simbolon (50) terdakwa perkara pencabulan anak di bawah umur.


Dalam amar putusannya, MA menyatakan Kepala Panti Simpang Tiga Medan ini terbukti bersalah melanggar Pasal 81 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Medan Wahyu Sabrudin melalui Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Umum (Pidum), Faisol SH MH membenarkan MA mengabulkan kasasi yang diajukan pihaknya terkait putusan bebas yang dijatuhkan PN Medan.


"Benar. Kasasi dikabulkan, MA membatalkan vonis bebas terhadap terdakwa, dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun," sebut Faisol kepada wartawan ketika dikonfirmasi, Rabu, 28 September 2022.


Dikatakan Faisol, menanggapi putusan MA, pihaknya telah melakukan pemanggilan, namun sampai saat ini terdakwa belum mengindahkan panggilan tersebut.


"Pihak Kejari Medan telah melakukan panggilan terhadap yang bersangkutan agar segera dieksekusi, namun terdakwa belum mengindahkannya," katanya.


Diketahui sebelumnya, Ebit Natal Nael Simbolon  divonis bebas di Pengadilan Negeri (PN) Medan, pada Jumat (23/10/2020) lalu. Vonis bebas terhadap terdakwa Ebit Natal Simbolon disampaikan majelis hakim yang diketuai Ahmad Sumardi.


Ketua Majelis Hakim, Ahmad Sumardi menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan pencabulan terhadap korban berinisial WL (14). Sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum.


“Menyatakan terdakwa Ebiet tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tidak bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan jaksa penuntut umum,” ujar ketua majelis hakim Ahmad Sumardi.


Sementara itu, dalam sidang putusan tersebut hakim anggota Sri Wahyuni Batubara menyatakan dissenting opinion (tidak sependapat) atas putusan ketua majelis. Pasalnya menurutnya terdakwa bersalah melakukan pencabulan dan kekerasan terhadap anak dibawah umur dengan cara tipu muslihat.


“Sehingga dari perbuatan terdakwa, korban kehilangan masa depan dan mengalami trauma. Maka terdakwa harus dihukum 13 tahun penjara karena dianggap melanggar pasal 81 ayat 1 Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai dakwaan primer,” kata hakim anggota Sri Wahyuni Batubara.


Diketahui sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Robert Silalahi meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ebiet dengan hukuman 11 tahun penjara.


JPU Robert mengatakan terdakwa merupakan Kepala Panti Asuhan Simpang Tiga. Di panti asuhan tersebut mempunyai anak asuh sebanyak 25 orang berasal dari keluarga miskin yang dibiayai dan di sekolahi oleh terdakwa.


“Terdakwa yang merupakan Kepala Panti Asuhan ini memegang, memasukan jarinya ke alat vital korban, yang dilakukan selama 7 tahun,” kata JPU Robert Silalahi.


Selain itu, terdakwa Ebit Natal Simbolon juga merupakan seorang guru di salah satu sekolah yang berada di Kota Medan. 


“Pada bulan Desember 2019, korban mengadukan kejadian yang dialaminya kepada teman sekolahnya. Selanjutnya teman korban melaporkan hal ini ke Kepala Lingkungan (Kepling) dan dilanjutkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” pungkasnya. (rfn)