Notification

×

Iklan

Iklan

Terkait Kenaikan Harga BBM, Begini Penjelasan DPR

Kamis, 01 September 2022 | 00:31 WIB Last Updated 2022-08-31T17:39:44Z

Pemerintah terus mematangkan rencana kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Serangkaian pertemuan antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian BUMN, PT Pertamina, hingga DPR digelar untuk menemukan formula kenaikan yang tepat. (Foto: Net)

ARN24.NEWS
-- Pemerintah terus mematangkan rencana kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Serangkaian pertemuan antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian BUMN, PT Pertamina, hingga DPR digelar untuk menemukan formula kenaikan yang tepat. 


Kenaikan harga BBM bersubsidi kian hari kian tak terhindarkan. Pasalnya, beban subsidi energi sudah terlampau besar untuk ditanggung APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2022. 


Dilansir dari SINDOnews.com, hingga Juli 2022, pertalite sudah terjual 16,8 juta kiloliter (Kl) dari kuota 23 juta Kl atau sekitar 73%. Sementara solar bersubsidi terjual 9,9 juta dari kuota 14,9 juta Kl (66,4%). 


Ditaksir, kuota pertalite dan solar hanya cukup hingga akhir Oktober mendatang. Saat ini, pertalite dibanderol dengan harga Rp 7.650 per liter, dari harga keekonomian berdasarkan hitungan Pertamina sebesar Rp 17.000-Rp 18.000 per liter. 


Adapun solar bersubsidi dijual pada harga Rp 5.150 per liter dari harga keekonomian Rp 18.000 per liter. Total anggaran subsidi dan kompensasi energi (BBM, listrik, dan gas) yang disiapkan pemerintah sepanjang 2022 mencapai Rp 502 triliun. 


Pemerintah sebetulnya tidak berencana menggelontorkan anggaran subsidi energi sebesar itu pada tahun ini. APBN 2022 mulanya hanya mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi senilai Rp152,5 triliun dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD63 per barel. 


Asumsi ICP belakangan direvisi mengikuti lonjakan harga minyak mentah dunia. Pemerintah mengusulkan APBN Perubahan 2022 dengan asumsi ICP sebesar USD 100 per barel.


Usulan ini disetujui Badan Anggaran DPR pada 19 Mei lalu. Dengan berubahnya asumsi ICP, anggaran subsidi dan kompensasi membengkak 229% atau bertambah Rp 349,9 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. Per Juli 2022, ICP bahkan menyentuh USD 106 per barel.


Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengungkapkan, dukungannya terhadap rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Dia mengakui, beban subsidi energi sudah terlalu berat bagi keuangan negara. 


"Tata kelola BBM bersubsidi kita tahun ini menghadapi tekanan karena migrasi pembeli dari Pertamax ke Pertalite," kata Said, dalam keterangannya, Rabu (31/8/2022). 


Politikus PDIP itu memperkirakan tekanannya bakal bertambah karena skema subsidi sekarang berbasis komoditas yang sulit sekali tepat sasaran. Ia menyarankan kenaikan harga BBM jenis pertalite sebesar maksimal 30% dari harga berlaku, atau menjadi sekitar Rp 10.000 per liter agar APBN 2022 lebih sehat. 


"Kenaikan harga BBM maksimal 30% sudah mempertimbangkan dampak inflasi agar tak terlalu tinggi,” kata Said. 


Dia menyadari kenaikan harga BBM bakal mempengaruhi tingkat inflasi dan melemahkan kemampuan konsumsi masyarakat. 


Karena itu, Said mengusulkan supaya kenaikan harga BBM dilakukan secara bertahap. Hal lain yang juga penting dilakukan pemerintah adalah segera mengubah skema penyaluran BBM bersubsidi. Said mendorong pemerintah membatasi akses terhadap Pertalite. 


Opsinya bisa dengan menyalurkan langsung kepada penerima subsidi yang datanya diintegrasikan dengan data keluarga miskin, atau membatasi penyaluran berdasarkan jenis kendaraan. (sc/nt)