Notification

×

Iklan

Iklan

Bendahara Dana BOS SMAN 6 Binjai Beralibi Hanya Ikut Perintah Kepsek!

Jumat, 06 Januari 2023 | 21:32 WIB Last Updated 2023-01-06T14:32:13Z

Sidang korupsi Dana BOS Reguler TA 2018 hingga 2021 pada SMAN 6 Kota Binjai yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Medan. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Fakta terbilang mencengangkan terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi secara bersama-sama terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler TA 2018 hingga 2021 pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 6 Kota Binjai.


Giliran tim JPU dari Kejari Binjai Elmi Nainggolan dan Akbar secara virtual menghadirkan mantan Kepala SMAN 6 Kota Binjai Dra Ika Prihatin MM sebagai saksi untuk terdakwa Elmi SPd selaku Bendahara Dana BOS, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (6/1/2023).


Demikian sebaliknya Elmi SPd didengarkan keterangannya sebagai saksi untuk terdakwa Dra Ika Prihatin alias saksi mahkota.


Elmi menjelaskan kalau dirinya bersama terdakwa Ika Prihatin per triwulan ada bertanda tangan ketika mencairkan dana BOS di bank. Setelah sampai di SMAN 6, uang dimaksud kemudian diserahkannya kepada Ika Prihatin selaku kepala sekolah (kepsek).


"Untuk pencairan dana BOS harus ada tanda tangan kepsek dan Saya sebagai bendahara, Yang Mulia. Tapi untuk belanja barang-barang Saya tidak pernah tahu," kata Elmi berdalih. 


Sementara di layar monitor terdakwa Ika Prihatin tampak asik memandangi saksi yang duduk persis di sisi kirinya.


Ketika ditanya tentang beberapa kwitansi maupun faktor bon belanja barang keperluan BOS, Elmi membenarkan ada memberikan tanda tangan seolah para guru maupun pengelola toko atau panglong yang bertandatangan.


"Saya telepon ibu kepsek (terdakwa Ika Prihatin) karena waktu mendesak untuk membuat laporan kelengkapan berkas pembayaran honor pegawai untuk pertanggungjawaban dana BOS. Saya disodorkan kwitansi kosong untuk diisi dan Saya tandatangani. Alasannya karena beberapa guru penerima honor tidak hadir dalam rapat. Saya cuma diperintahkan kepsek Yang Mulia," urai saksi dengan lugas.


Di layar monitor, terdakwa mantan Kepsek itu pun sempat terdengar mengatakan, "Ih, bohong kau. Bohong kau".


Nama Iqbal, tidak lain adalah suami terdakwa Ika Prihatin kembali disebut di persidangan saat ditanya tentang diterimanya 4 stempel dari toko maupun panglong termasuk dari CV Allysa dan CV Mutiara, pemiliknya disebut-sebut masih kakak ipar mantan Kepsek Ika Prihatin.


"Empat stempel toko Saya terima dari suami Kepsek. Stempelnya kemudian diterima Kepsek dan disimpan di ruangannya," timpalnya.


Di bagian lain, saksi membenarkan hanya sekali belanja peralatan kantor sekolah di tahun 2020 sebesar Rp50 juta.


Ketika ditanya apakah dirinya ada mendapatkan 'fee' dari Kepsek Ika Prihatin maupun toko tempat pembelian peralatan / barang, saksi menegaskan, tidak ada.


Namun di bagian lain ketika dicecar dengan pengembalian uang negara, Elmi mengakui  pernah menitipkannya melalui JPU Kejari Binjai sebesar Rp150 juta.


Sementara Ika Prihatin yang ditanya tentang pembayaran honor bulanan pegawai, tidak bersumber dari dana BOS.


"Sebagai kepala sekolah Saya bertanggungjawab mencarinya. Pakai dana pribadi Saya," tegasnya. 


Hakim ketua Nelson Panjaitan didampingi anggota majelis Lucas Sahabat Duha dan Husni Tamrin melanjutkan persidangan 2 pekan mendatang dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari JPU.


Beberapa pekan lalu, Anri Nanda Lubis dalam dakwaan menguraikan, sekolah yang dipimpin Ika Prihatin di TA 2018 mendapatkan dana BOS Rp1.049.680.000. Selanjutnya TA 2019 (Rp1.000.760.000), 2020 (Rp1.070.550.000) serta 2021 (Rp1.128.876.000).


Terdakwa Ika Prihatin semestinya bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan BOS yang diterima. Belakangan diketahui, sejumlah perusahaan seperti CV Allysa tidak ada melaksanakan jual beli barang praktikum biologi maupun kimia alias fiktif. 


Elmi sebagai Bendahara Sana BOS menghubungi saksi Fanita Doralisa untuk datang ke SMAN 6 Kota Binjai dan menunjukkan kwitansi bon / faktur serta surat pemesanan untuk pembelian yang selanjutnya ditandatangani oleh saksi Fanita Doralisa selanjutnya menerima fee sebesar 2,5 persen untuk setiap nilai kwitansi yang menggunakan CV Alysa.


Pembelian / pengadaan diduga fiktif kepada CV Alysa Rp176.759.275, kepada CV Mutiara Rp296.080.700, Panglong Adi Rp89.528.000 serta pembelian konsumsi kepada kantin sekolah Rp111.900.000. Pembayaran honor dan transport kepada guru-guru sekolah Rp179.800.000.


Total yang tidak bisa dipertanggungjawabkan terdakwa Rp854.067.975, termasuk pajak yang dipungut dan disetor atas pembelian dan pembayaran fiktif sebesar Rp19.457.985. (sh)