Notification

×

Iklan

Iklan

Ethics of Care: Hakim Dilarang Pamer Gaya Hidup Hedonis

Minggu, 26 Februari 2023 | 20:09 WIB Last Updated 2023-02-26T13:09:41Z

Founder Ethics of Care, Farid Wajdi.

ARN24.NEWS
– Isu oknum hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang kerap terlihat mengendarai mobil Jeep Rubicon secara etis berpotensi melanggar kode etik hakim.


Jika benar isu dimaksud tentu perilaku oknum hakim tersebut tergolong kepada gaya hidup hedonis, serba-mewah dan jauh dari kata sederhana.


“Perilaku itu sudah masuk wilayah persoalan etik dan sangat serius karena perilaku ini memberi kesan kepada pubik tindakan tersebut dapat merusak citra sekaligus membentuk persepsi buruk kepada institusi pengadilan,” kata Founder Ethics of Care, Farid Wajdi dalam keterangannya tertulisnya, Minggu (26/2/2023).


Dikatakan, dalam kondisi kepercayaan publik yang perlu secara terus menerus diperkuat terhadap lembaga peradilan, perilaku tersebut justru menggerus atau bahkan meruntuhkan citra lembaga peradilan ke titik terendah.


“Menurut prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tepatnya Butir 3, berbunyi: “Berperilaku arif dan bijaksana” dan butir 7, yaitu “menjunjung tinggi harga diri”, Hakim harus mempunyai sikap yang senantiasa terikat dengan pedoman perilaku etis profesinya,” katanya.


Arif dan bijaksana berarti hakim mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat, baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya.


“Menjunjung tinggi harga diri, berarti hakim harus menjaga kewibawaan serta martabat lembaga peradilan dan profesi, baik di dalam maupun di luar pengadilan,” sebut mantan Humas Komisi Judisial (KY) Farid Wajdi.


Kemudian, hakim perlu menjaga diri dari dorongan gaya hidup mewah yang berlebihan. Para penyandang profesi hakim harus memahami, wibawa hakim tidaklah dibangun berdasarkan ukuran kemewahan hidup, namun berdasarkan keilmuan, rasionalitas hukum dan integritas moral.


Penyandang profesi hakim wajib memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilakunya agar senantiasa tunduk kepada tuntutan sikap etis hakim.


“Profesi hakim adalah salah satu “officium nobile” (profesi yang mulia) sehingga harus memiliki standar etika yang tinggi.

Hakim jelas harus memiliki standar etika yang lebih dari rata-rata orang pada umumnya. Karena itu, sedikit saja pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, maka penegakannya harus tetap dilakukan,” ungkapnya.


Karena itu, dalam proses penegakan tersebut, sebagai bentuk tanggung jawab, pimpinan lembaga pengadilan harus memastikan bahwa tidak akan ada pelanggaran kecuali tindakan tersebut diproses.


"Tentu sanksi diberikan sesuai dengan perbuatan sekaligus untuk menimbulkan efek jera. Kapan pun kurun waktunya sekalipun lampau tidak boleh jadi dasar pemaaf selama belum tersentuh tangan pengawasan,” imbuhnya.


Selain itu, kata dia, untuk menjaga kehormatan profesi hakim dan lembaga pengadilan Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung RI melalui Pengadilan Tinggi agar dapat mendisiplinkan atau menegur oknum hakim tersebut.


Bahkan, Komisi Yudisial (KY) juga dapat melakukan inisiasi tindakan investigasi atas adanya pelanggaran dugaan perilaku tak etis atau gaya hidup hedonisme, serba-mewah oknum hakim tersebut. Jika terbukti melanggar kode etik pihak Bawas MA atau KY tak perlu ragu jatuhkan sanksi sesuai jenis pelanggarannya. (rfn/red)