Notification

×

Iklan

Iklan

Wagubsu Optimis Sumut Tekan Angka Stunting Meski Dibayangi Ancaman Resesi

Rabu, 08 Februari 2023 | 17:25 WIB Last Updated 2023-02-08T10:25:17Z

Wagubus Musa Rajekshah 'Ijeck' saat memberikan keterangan di sela Rakerda Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023 di Medan. (Ist)

ARN24.NEWS
– Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengaku tetap optimis dapat menurunkan angka stunting sesuai target 14 persen di tahun 2024 mendatang.


Meski di satu sisi, muncul ancaman resesi ekonomi global tahun 2023 yang nantinya dikhawatirkan dapat menghambat suksesnya program penurunan stunting, karena resesi berkaitan dengan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi.


Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah mengatakan, pihaknya memang tidak bisa menafikan ancaman resesi tersebut. Namun tegasnya, dengan APBD yang sudah dianggarkan dan direncanakan pemerintah untuk penurunan stunting telah dipersiapkan oleh pemerintah, di samping kehidupan ekonomi masyarakat diharapkan bisa tetap stabil. 


"Kalau pun terjadi suatu hal seperti itu (resesi ekonomi) pasti nanti penanganannya akan kita lihat di daerah seperti apa. Tapi mudah-mudahan di Indonesia karena memang negara sebagian besarnya agraris terutama di Sumut, itu tidak menjadi hal yang menakutkan kita," ungkap Ijeck usai Rakerda Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023 di Medan, Rabu (8/2/2023) sore. 


Lebih lanjut, Ijeck menjelaskan, yang terpenting dalam upaya menurunkan stunting ini adalah bagaimana pangan masyarakat tercukupi, kebutuhan sembako tercukupi dan harga juga bisa teratasi. Sejauh ini, sambung Ijeck, Sumut telah berhasil menurunkan angka stunting dari 25,8 persen di tahun 2021 menjadi 21,1 persen di akhir tahun 2022.


"Ini dari total dari semua kabupaten/kota di Sumut. Walaupun ada yang angkanya masih di atas 30 persen, dan terendah seperti di Labura yang sudah 7,3 persen," jelasnya.


Menurut Ijeck, masih adanya kabupaten/kota yang angkanya stuntingnya tinggi, karena belum semua masyarakat mendapatkan informasi bagaimana ciri-ciri anak stunting. Kemudian untuk calon pengantin diharapkan jangan sekedar hanya menikah saja, tetapi juga dinas terkait harus memberikan informasi dan setelah punya anak rutin dilakukan pemeriksaan. 


"Sehingga kalau ada gejala stunting bisa kita langsung intervensi misalnya masalah gizi," ujarnya.


Sementara, Sekretaris Utama (Sestama) BKKBN Tavip Agus Rayanto mengatakan, stunting ini ada penyebab langsung dan tidak langsungnya. Misalnya, kata dia adalah air bersih, sanitasi, kemiskinan, masalah gizi kronis dan lain-lain.


Selain itu, lanjut dia, kawin terlalu muda atau terlalu tua, melahirkan terlalu dekat dan terlalu banyak juga dapat berpotensi menyebabkan akan stunting. 


"Karena itu, empat hal itu harus dijaga. Karenanya kalau dulu programnya dua anak cukup sekarang menjadi dua anak sehat," terangnya. 


Menurut Tavip, bila keseimbangan penduduk dapat terus dijaga, maka bonus demografi betul-betul bisa dimanfaatkan sebagai peluang bukan malah menjadi beban.


Hal ini dapat diwujudkan, tambahnya, dengan lima langkah, yakni pendataan keluarga stunting, melaksanakan pendampingan baik pasangan usia subur maupun calon pengantin. Berikutnya surveilans kasus stunting dan audit stunting.


"Inilah lima hal yang harus dilaksanakan di lapangan," tandasnya. (sh)