Notification

×

Iklan

Iklan

Dirty Vote ‘Hilang’ dari Pencarian YouTube

Senin, 12 Februari 2024 | 19:05 WIB Last Updated 2024-02-12T12:05:26Z

(Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Film dokumenter kecurangan pemilu Dirty Vote yang tayang di YouTube, Minggu (11/2/2024), mendadak ‘hilang’ dari hasil pencarian di platform milik Google itu. Ada apa?


Video ini sebelumnya sempat mendapat sorotan karena secara faktual menunjukkan data-data dugaan kecurangan rezim pada Pemilu 2024.


Pantauan wartawan, hasil pencarian di situs maupun aplikasi YouTube di smartphone, memang masih menampilkan video mengenai Dirty Vote.


Namun, hasil pencarian teratas merupakan video yang diunggah ulang oleh pakar hukum tata negara Refly Harun yang berjudul “GEGER! VIRAL FILM DIRTY VOTE! TERBONGKAR SEMUA SKENARIO CURANG!,” bukan video dari kanal aslinya.


Selain itu, video lain yang muncul dari hasil pencarian di bawahnya mayoritas merupakan berita-berita maupun tanggapan mengenai film tersebut. Di-scroll jauh ke bawah hingga mencapai puluhan video asing dan tak menemukan video yang dimaksud.


Padahal, film dokumenter yang pertama kali diunggah akun YouTube Dirty Vote itu masih ada jika mengklik tautan asli yang dibagikan Co-Founder Watchdoc Dandhy Laksono.


Per Senin (12/2/2024) pukul 14.11 WIB, video ini sudah mendapat 4.424.253 views dan 44.116 komentar. Kanalnya sendiri, Dirty Vote, yang sejauh ini mengunggah dua video sejak kemarin, sudah mendapat 92.500 subscriber.


Salah seorang warganet di X (sebelumnya Twitter), @iqbal_farabi juga sempat mengungkap bahwa dirinya tak menemukan video asli film Dirty Vote.


“Ini saya aja atau temen-temen juga mengalami: kalau kita coba search “dirty vote full movie”, malah ga keluar video Dirty Vote nya di search result. Padahal jumlah views-nya jelas jauh di atas search results berikut. Ada penjelasannya kenapa ga @googleindonesia?” tulisnya di X.


Dalam cuitan selanjutnya, akun tersebut mengatakan bahwa dia sedang mempertanyakan apakah Google melakukan shadow ban terhadap video Dirty Vote di YouTube.


Mengutip Cambrige Dictionary, shadow banned adalah tindakan sebuah perusahaan media sosial terhadap postingan seseorang di media sosial. Perusahaan tersebut akan membatasi siapa saja yang bisa melihatnya dan biasanya tanpa sepengetahuan orang yang mempublikasikannya.


Dilansir dari CNNIndonesia, wartawan sudah menghubungi pihak Google Indonesia mengenai hal ini dan dugaan shadow banned terhadap video tersebut. Namun, pihak Google belum memberi penjelasan karena mengaku masih akan mengecek terlebih dulu masalah ini.


Meski begitu, menurut laman Support Google, ada penjelasan mengapa sebuah channel atau video tidak muncul di hasil pencarian YouTube.

Google menjelaskan, jika akun tersebut baru dibuat, memperbarui video, atau mengubah nama channel (saluran), kemungkinan perlu beberapa hari agar video tersebut muncul di hasil pencarian YouTube.


“Pencarian YouTube mencoba menampilkan hasil yang paling relevan. Hasil dapat berupa video, channel, playlist, dan live streaming,” tulis Google dalam laman tersebut.


Google mengungkap sejumlah faktor yang mungkin membuat channel atau video tidak ditemukan pada bagian atas hasil pencarian, yakni:


Nama pegangan atau nama channel sering digunakan dalam judul video


Memiliki nama channel yang umum


Channel YouTube masih baru


Nama channel mungkin tidak sesuai untuk semua pengguna


Dirty Vote merupakan dokumenter yang disampaikan tiga orang ahli hukum tata negara yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.


“Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi,” demikian siaran pers yang diterima wartawan.


Dalam film tersebut, Bivitri dkk menjelaskan penggunaan kekuasaan dikerahkan untuk mempertahankan status quo. Adapun penjelasan dimaksud berpijak pada sejumlah fakta dan data. Bivitri mengatakan, secara sederhana Dirty Vote merupakan sebuah rekaman sejarah perihal rusaknya demokrasi di Indonesia.


“Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi,” kata Bivitri.


“Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” tandasnya. (cnn/sh)