Ketua Indonesia Traffic Watch (ITW), Edison Siahaan. (Foto: Istimewa)
ARN24.NEWS -- Indonesia Traffic Watch (ITW) mengingatkan agar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) direvisi. Hal yang paling mendesak untuk direvisi adalah terkait syarat kepesertaan BPJS dalam pengurusan SIM, SKCK dan STNK.
Dalam Inpres ini diwajibkan setiap pemohon SIM dan pengurusan STNK serta SKCK di Polri harus peserta aktif BPJS Kesehatan. Syarat ini dinilai tidak relevan dengan semua kegiatan Registrasi dan identifikasi (regident) seperti permohonan SIM, STNK dan SKCK di Polri.
"Tidak relevan mengaitkan kepesertaan BPJS dengan pengurusan dokumen seperti SIM, STNK dan SIM," ujar Ketua ITW Edison Siahaan di Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Menurut Edison, meskipun dalam UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial disebutkan peserta bersifat wajib, tetapi bukan untuk digunakan sebagai persyaratan permohonan SIM, STNK dan SKCK maupun layanan umum lainnya.
Kebijakan sebagaimana diatur dalam Inpres No.1/2022 yang mengaitkan BPJS Kesehatan sebagai syarat dalam setiap unit layanan umum justru menyulitkan masyarakat. Edison mempertanyakan warga yang telah menjadi peserta ansuransi kesehatan di luar lembaga BPJS. Apakah mereka harus dibebani lagi dengan cara wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan ?
"Lalu bagaimana dengan masyarakat yang memiliki asuransi kesehatan di luar BPJS?," tanya Edison.
Edison juga mengatakan tidak melihat satupun amanat UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang meminta Polri memastikan pemohon SIM, STNK dan SKCK adalah peserta aktif program JKN seperti yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 tahun 2022 itu.
"Yang diatur adalah pemohon SIM harus memenuhi persyaratan usia, administrasi, kesehatan dan lulus ujian teori dan praktik," jelasnya.
Edison justru menaruh curiga ada sesuatu yang tersembunyi di balik kebijakan ini. Ia menduga seperti upaya untuk mengumpulkan dana dari masyarakat dengan cara sepintas terlihat legal dan sah tetapi tanpa dasar yang kuat.
"Semestinya pemerintah fokus menyelesaikan permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan yang masih belum terselesaikaan. Misalnya, ribuan kendaraan yang beroperasi sebagai angkutan umum tanpa dilengkapi persyaratan sesuai amanat UU No. 22 tahun 2009," tandasnya. (sh)