Notification

×

Iklan

Iklan

Penerima Aliran Dana CSR pada Korupsi Mantan Kades dan Sekdes Medan Estate Dibidik

Jumat, 23 September 2022 | 16:16 WIB Last Updated 2022-09-23T09:16:39Z

Sidang lanjutan perkara korupsi mantan Kepala Desa (Kades) Medan Estate di Pengadilan Tipikor Medan. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Sidang lanjutan perkara korupsi mantan Kepala Desa (Kades) Medan Estate periode 2016-2022 Faizal Arifin dan Sekretaris Desa (Sekdes) Rusmiati (berkas penuntutan terpisah), berjalan alot.


Secara estafet kurang lebih 4 jam ke enam saksi yang dihadirkan tim JPU dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deli Serdang di Labuhandeli dipimpin Agui dan Putra Raja Rumbi Siregar diperiksa, Kamis (22/9/2022) di Ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.


Di sesi pertama, 2 saksi dari unsur Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Indra Surya Nasution (Ketua periode 2016-2019) dan Makmur Rusnan Siregar. Menyusul 4 saksi dari unsur Badan Permusyawaratan Desa yakni Boby Handoko, H Darma Efendi (Ketua), Buha Purba dan Togar Simangunsong.


Kedua saksi dari unsur LKMD membenarkan desa yang dipimpin terdakwa Faizal Arifin ada menerima dana sosial untuk lingkungan, populer disebut: Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Karsa Prima Permata Nusa (KPPN) sejak tahun 2017 lalu.


Dana CSR tersebut diperoleh dikarenakan sebelumnya warga desa melakukan aksi demonstrasi ke PT KPPN atas kendaraan bermuatan berat mengakibatkan jalan umum rusak.


Surya Nasution selaku Ketua LKMD mengatakan, pernah melihat Surat Kesepakatan Bersama antara PT KPPN dengan terdakwa Kades Medan Estate Faizal Arifin dalam bentuk fotokopi. Salah satu poinnya adalah setiap bulannya Pemerintahan Desa Medan Estate menerima dana aspirasi (CSR) sebesar Rp15 juta dari perusahaan tersebut. 


Setiap bulannya LKMD ada menerima dana CSR sebesar Rp2,5 juta kemudian dipergunakan untuk gotong royong warga serta membeli beras anggota LKMD. Dana dimaksud diterima dari Sekdes Rusmiati.


"Iya. Itu kan kata saudara. Untuk beli ini dan itu. Tapi sesuai dakwaan jaksa, penggunaan dana CSR dan kutipan sampah yang saudara-saudara terima tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga perkara ini dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor. Ada kwitansi penggunaan dananya nggak yang bisa saudara tunjukkan kepada majelis hakim? Sementara saat saudara menerima dananya ada tanda tangan saudara-saudara di alat bukti yang ditunjukkan jaksa," cecar anggota majelis hakim Tiares Sirait. 


Aliran dana serupa juga ada diterima ke empat saksi dari unsur BPD Medan Estate. Di awal sidang saksi Buha Purba menerangkan, pihaknya sudah mengingatkan terdakwa kades agar dan CSR, kutipan sampah dan lainnya dibahas atau dimusyawarahkan.


"Pak kades (terdakwa Faizal Arifin) sudah kami ingatkan agar dimusyawarahkan dan mau dipergunakan nantinya dana itu dituangkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)," kata Buha Purba.


Hanya saja, ketika dicecar majelis hakim diketuai Ahmad Sumardi tersebut dengan pertanggungjawaban atas penerimaan dana CSR dan pengutipan sampah (sampah), para saksi dari unsur BPD Medan Estate tidak mampu menjelaskannya disertai alat bukti seperti kwitansi.


"Kami ingatkan saudara-saudara. Kalau nanti perkara ini terbukti unsur pidana korupsinya, mungkin saja Pak jaksa akan mengusut saudara-saudara. Untuk itu kami ingatkan, kembalikan saja uang yang telah saudara-saudara terima itu," cacar Tiares Sirait.


Sebelum Ahmad Sumardi menunda persidangan, penasihat hukum (PH) kedua terdakwa memohon agar JPU memberikan turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) klien mereka.


Sementara dalam dakwaan tim JPU dari Cabjari Deli Serdang di Labuhandeli Putra Raja Rumbi Siregar dan Aldo Marbun secara estafet menguraikan, bermula dari adanya aksi demonstrasi warga atas rusaknya fasilitas jalan  atas kendaraan PT KPPN yang lalu lalang.


Akhirnya dilakukan rapat antara pemerintahan desa diwakili terdakwa Faizal Arifin dengan pihak perusahaan yang diwakilkan oleh Danang Pj. Tertanggal 14 November 2016 ditandatangani kesepakatan bersama. 


Di antaranya PT KPPN akan mengeluarkan kompensasi dans alias CSR atas rusaknya fasilitas jalan umum sebagai bentuk tanggung jawab sosial seperti bantuan kendaraan ambulans dan dana aspirasi.


Dana aspirasi tersebut disalurkan secara rutin setiap bulannya oleh PT KPPN kepada terdakwa selaku kades sebesar Rp15 juta dan Rp2,5 juta di antaranya untuk kas Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Medan Estate.


Total dana CSR yang digelontorkan ke terdakwa Rp720 juta periode tahun 2017 hingga  2020. Sebab setiap bulannya diterima mantan kades sebesar Rp15 juta.


Akan tetapi dana CSR dari PT KPPN tersebut terdakwa bersama-sama dengan Sekdes Rusmiati tidak pernah melakukan pembahasan ke dalam rapat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Otomatis, tidak masuk dalam Pendapatan Asli Desa (PAD) Medan Estate.


Baik Faizal Arifin maupun Rusmiati masing-masing dijerat dengan dakwaan kumulatif. Pertama primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. 


Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.


Dan kedua primair, Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Subsidair, Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (sh)