Notification

×

Iklan

Iklan

Ngerinya Sekte Kiamat Uganda, Bakar 530 Anggota Hidup-hidup di Gereja

Minggu, 12 Maret 2023 | 11:05 WIB Last Updated 2023-03-12T04:05:03Z

Ilustrasi. Tak hanya Korea Selatan, Uganda juga pernah gempar ketika satu sekte membakar 500 anggotanya hidup-hidup. (AP/Majdi Mohammed)

ARN24.NEWS
– Perbincangan soal sekte kembali hangat setelah heboh serial In the Name of God: A Holy Betrayal. Tak hanya Korea Selatan, Uganda juga pernah gempar ketika satu sekte membakar 500 anggotanya hidup-hidup.


Sekte bernama Movement for the Restoration of the Ten Commandments of God itu menyedot perhatian internasional pada 2000 silam, ketika ratusan anggota mereka ditemukan dibakar hidup-hidup di dalam gereja.


Associated Press melaporkan sekte tersebut didirikan oleh penolak Katolik Roma bernama Joseph Kibwetere, pendeta Dominic Kataribaabo, dan seorang pebisnis atas nama Cledonia Mwerinde.


Sejak berdiri, sekte itu memprediksi bahwa kiamat bakal terjadi pada 31 Desember 1999, di detik-detik ketika dunia akan memasuki milenium baru.


Ketiga pemimpin itu pun memerintahkan para pengikutnya untuk menjual segala harta benda mereka dan menanti akhir zaman.


Sejumlah warga sekitar menganggap para pengikut misterius karena mereka tak boleh banyak bicara. Pengikut sekte itu bahkan kerap berkomunikasi hanya menggunakan kode.


Jika ingin menanyakan sesuatu kepada Mwerinde, para pengikut harus menulis surat. Mwerinde lantas akan membalas kembali melalui pernyataan tertulis.


Agar tak terkena maut, para anggota juga harus mematuhi Sepuluh Perintah Allah dengan sangat taat. Mereka selalu bersiap menuju akhir zaman.


Namun ketika 2000 tiba, kiamat tak terjadi. Para pendiri Movement for the Restoration of the Ten Commandments of God lantas menetapkan tanggal kiamat baru, yaitu 17 Maret 2000.


CBS melaporkan bahwa para pemimpin sekte itu menggelar pesta besar-besaran di salah satu gereja terpencil di Kanungu, Uganda.


Ketika tamu sudah berkumpul, gedung dibakar. Total 530 orang yang hadir, termasuk puluhan anak-anak, tewas di tempat.


Seorang warga yang tinggal di dekat lokasi gereja itu, Anna Kabeireho, masih ingat betul peristiwa pada Jumat pagi tersebut.


"Semua diselimuti asap, jelaga, dan bau daging terbakar. Bau-bau itu seperti langsung masuk ke paru-paru," ujar Kabeireho kepada BBC.


Warga di lembah itu pun langsung berhamburan, sementara api masih membara di kejauhan. Setelah api padam, mereka bisa melihat jasad-jasad hangus, tak dapat dikenali lagi.


"Kami harus menutupi hidung kami dengan daun aromatik untuk menangkis baunya. Sampai beberapa bulan setelah itu, kami tak bisa makan daging," tuturnya. (has/bac)