ARN24.NEWS -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons pengusaha jalan tol Jusuf Hamka yang menagih utang ke pemerintah melalui perusahaannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Ia berdalih belum mempelajari permasalahan itu.
"Saya belum lihat, saya belum pelajari," kata Sri Mulyani saat ditanya utang pemerintah ke Jusuf Hamka, ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (8/6/2023).
Sebelumnya Jusuf Hamka menagih utang ke pemerintah sebesar Rp 800 miliar. Dia mengatakan utang itu berkaitan dengan deposito CMNP yang tidak diganti pemerintah sejak 1998 silam.
"Kalau sampai hari ini mungkin uangnya sudah sampai Rp 800 miliar. Ini bukan proyek, ini kita punya deposito. Waktu itu ada bank dilikuiditas, pemerintah harus ganti semua. Pemerintah nggak memberikan jaminan," katanya saat dihubungi detikcom, Rabu (7/6/2023).
Seperti diketahui keadaan perbankan saat itu mengalami kesulitan likuditas hingga mengalami kebangkrutan. Makanya saat itu hadirlah bantuan likuiditas yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), jadi ada bantuan kepada bank agar bisa membayar kepada deposan-deposan.
Saat itu CMNP memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama), namun tidak mendapatkan gantinya karena dianggap berafiliasi dengan Bank Yama.
"Pemerintah menganggap kita ada afiliasi karena Bank Yama yang katanya punya Mba Tutut, sedangkan Citra Marga perusahaan tbk," jelasnya,
Kemudian, pada 2012 Jusuf Hamka menggugat pemerintah ke pengadilan agar mendapatkan ganti atas deposito yang belum dibayarkan itu. Hasil saat itu, CMNP menang atas gugatannya dan pemerintah harus membayar kewajiban kepada perusahaan berserta bunganya.
Sampai 2015 belum dibayar, Jusuf Hamka mengungkap utang pemerintah membengkak dengan bunganya menjadi Rp 400 miliar. "Karena waktu itu pengadilan memerintahkan bayar bunganya sekalian, akhirnya sampai Rp 400 miliar sampai 2015," ujarnya.
Saat itu pun Jusuf Hamka dipanggil Kementerian Keuangan tepatnya oleh Bagian Hukum yang saat itu diduduki oleh Indra Surya. Dalam pertemuan itu, pemerintah meminta diskon atas kewajiban yang harus dibayar pemerintah.
Ia pun menyetujui dan kewajiban yang harus dibayarkan pemerintah menjadi hanya Rp 170 miliar, dengan janji pemerintah akan membayar dalam waktu 2 minggu setelah teken perjanjian hari itu.
"Kemudian, dimintai tolong agar dikasih diskon. Kita kasih diskon akhirnya Rp 170 miliar. Setelah 2 minggu setelah tandatangan perjanjian katanya kita akan dibayar, ternyata sampai hari ini kita nggak dibayar. Jadi kalau sampai hari ini mungkin uangnya sudah sampai Rp 800 miliar," ungkap Jusuf Hamka.
Jusuf Hamka mengaku selama 8 tahun ini sudah berusaha menagih utang ini ke Kementerian Keuangan, bahkan sudah bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Tetapi hasilnya nihil, dia merasa hanya diberikan janji saja.
"Dengan Departemen Keuangan saya sudah bicara ke bu menteri, baik secara lisan, tertulis, ketemu beliau, sampai sekarang cuma janji-janji doang. Uang ini kita buat pengembangan tol kita, ini kan uang publik. Kalau ada keputusan MA berarti kan kita benar, nggak tahu ini di ping-pong kanan kiri," lanjutnya.
Jusuf Hamka juga sudah menyurat kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, tetapi hasilnya dilempar ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) karena katanya harus diverifikasi ulang lagi.
"Dilempar ke Polhukam, sudah 3 tahun di Polhukam nggak ada berita apa apa juga, kita di diemin. Negara tidak boleh mentang-mentang kuasa, kan nggak boleh. Kita harus duduk sama rendah sama tinggi, swasta juga peran serta untuk pembangunan bukan hanya negara," ujarnya. (dtc/nt)