Notification

×

Iklan

Iklan

Ini Kata KontraS Sumut Soal Insiden Penembakan Terhadap Remaja di Belawan

Minggu, 21 Januari 2024 | 21:00 WIB Last Updated 2024-01-21T14:00:00Z

Ilustrasi penembakan. (Foto: Net)

ARN24.NEWS
– Meninggalnya seorang remaja berinisial RF (17) diduga akibat tertembak oleh oknum polisi di Belawan, pada Selasa (16/1/2024) lalu, sangat disesalkan dari berbagai elemen masyarakat.


Salah satu di antaranya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut). KontraS Sumut menilai peristiwa itu merupakan salah satu bentuk kelalaian aparat kepolisian dalam menggunakan senjata api (senpi).


“Ini menyedihkan, apalagi korban bukan bagian dari kerumunan bentrokan. KontraS Sumut menyesalkan ketika seorang remaja meninggal akibat senjata yang berasal dari uang negara, suatu duka yang tak berkira,” tegas Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad, Minggu (21/1/2024).


Bahkan, KontraS Sumut pun mengkritisi penggunaan senpi yang beberapa kali kerap disalahgunakan oleh aparat kepolisian.


“Beberapa kali KontraS mendampingi korban kasus penembakan terutama penembakan di bagian kaki, para korban yang kami dampingi mengaku mereka ditembak dengan tembak tempel di kaki (betis),” kata Rahmat.


Ia pun mempertanyakan kenapa polisi menembakan senpi ke arah kerumunan bentrok, bukan ke atas (udara), sebagai peringatan.


“Kami kira sangat aneh, bagaimana bisa peluru yang ditembak justru mengarah ke arah kepala (bukan ke udara)? Itu bukan tembakan peringatan, tapi memang tembakan untuk membunuh,” cetusnya.


Harusnya, lanjut kata Rahmat, tembakan peringatan diarahkan ke udara. Jika memang tembakan dimaksudkan untuk melumpuhkan, maka seharusnya ke arah kaki.


“Namun, yang terjadi terhadap korban sampai meninggal dunia adalah tembakan yang menembus dari kening ke belakang kepala. Itu bentuk tembakan mematikan,” sebutnya.


KontraS Sumut pun meminta supaya kasus tersebut disikapi dan ditindaklanjuti lebih serius.


“Tolong jangan ada kalimat ‘tembak mati’ lagi ke depan. Kasus ini suatu bukti bahwa instruksi tembak mati itu berbahaya. Jadi, kami mendorong agar kasus ini diselesaikan bukan hanya dari segi hukum, tapi juga mengevaluasi praktik penggunaan senpi selama ini,” ucapnya.


Menurut Rahmat, senpi hanya boleh digunakan pada situasi genting sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 47 Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009.


“Penggunaan senpi hanya boleh digunakan untuk melindungi nyawa manusia, membela diri dari ancaman luar biasa, membela masyarakat dari ancaman kematian, mencegah seseorang melakukan kejahatan yang sangat membahayakan jiwa, dan itu pun dilakukan dengan cara mencegah/melumpuhkan bukan membunuh,” pungkasnya. (rfn/mis)