Tim pengacara sebagai kuasa hukum JP dan BPS dan keluarga datangi Mapolres Toba. |
ARN24.NEWS -- Tim kuasa hukum tersangka JP (38) yang merupakan seorang jurnalis di salah satu online dan BPS (35) mendatangi Polres Toba. Tujuan tim kuasa hukum tersebut ingin menanyakan kepastian hukum atas ditetapkan nya kedua klien nya yang diduga melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan kematian ke Polres Toba, Selasa (1/10/2024).
Informasi yang dihimpun ARN24. NEWS, BPS ditahan oleh penyidik sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP. Han/72/VII/2024/Reskrim dan JP sesuai Nomor: SP. Han/73/VII/2024/Reskrim atas laporan Polisi nomor: LP/B/156/IV/2024/SPKT/POLRES TOBA/POLDA SUMUT.
Tim Kuasa Hukum, Agustinus Darmanto Panjaitan SH MH menyampaikan, bahwa surat penetapan tersangka dari Reskrim ke Pengadilan diperpanjang lagi. Untuk itu pihaknya sangat menyesalkan kinerja teman-teman penyidik di Polres Toba.
"Karena klien kami sudah 90 hari ditahan kenapa sampai sekarang mereka belum bisa untuk menaikkan status karena sudah cukup lama 90 hari. Sedangkan terkait pasal yang dituduhkan kepada klien Kami adalah pasar 170 ayat 2 dan 3 junto pasal 351 ayat 3," ucapnya, saat wawancara di Loby Mapolres Toba.
Agustinus mengaku, timnya tidak dapat bertemu dengan Kasat Reskrim karena sedang berada di Medan. "Setelah makan siang Kita sudah ada jadwal bertemu dengan Kapolres. Tapi ternyata beliau langsung ada tugas mendadak ke Balige," katanya.
Menurut Agustinus, seharusnya mengingat lamanya 90 hari sudah dari kemarin sudah P21, tapi ada kewenangan mereka karena yang disangkakan tuntutannya di atas 9 tahun.
"Surat dari rumah sakit saja sudah jelas menyatakan bahwa korban meninggal akibat meminum racun. Terus yang kedua yang sangat menarik adalah di mana umat Nasrani meninggal Nasrani pasti di-sakramen oleh pendeta, tetapi karena ini meninggal bunuh diri dengan cara minum racun maka tidak di dakramen oleh pendeta HKBP. menurut kami sebagai kuasa hukum, dugaan kami kuat bahwa kasus ini dipaksakan," tukasnya.
Tim Kuasa hukum, DR Manotar Tampubolon SH MH mengatakan, terkait dengan dimutasinya Kasat Reskrim dari Polres Toba. Propam Polri harus tegas memeriksa yang bersangkutan memberikan sanksi atas perbuatannya menangkap JP dan BPS tanpa ada surat perintah membawa mereka ke Polres.
"Propam Polri harus periksa seluruh penyidik di Polres Toba yang menangani kasus ini sesuai dengan kode etik Polri, jangan hanya dimutasi harus diberikan sanksi karena kedua orang ini manusia yang punya hak azasi jangan dilakukan semena-mena. Jadi dugaan kami kuat bahwa penyidik merekayasa kasus ini. Kalau tidak di rekayasa mengapa sampai 90 hari penanganan penyidikannya tidak lengkap, jadi rekayasa murni dari penyidik," tegasnya.
Sementara itu, Jeferson Hutagalung SH MH mengatakan bahwa perkara ini sebenarnya bukan perkara yang sulit dan tidak masuk kategori perkara yang sulit.
Karena pelaku dan korban jelas ada, TKP-nya juga jelas yang menjadi sulit karena apa karena memang dipersulit dipaksakan perkara ini karena bukti setelah perkara di gelar dan bukti pendukungnya atas perkara itu ada enggak dimiliki.
"Ketentuan-ketentuan jelas, ya untuk mengungkapkan peristiwa tindak pidana. Nah ini kami menduga memang ini perkara dipaksakan untuk berakhirnya ada yang menjadi terpidana, dipaksakan ke arah sana. Tapi ingat ya, saya ingatkan teman-teman penyidik di Polres Toba ini. Ada kode etik ada sanksi apabila nanti anda tidak membuktikan seseorang Hak konstitusinya anda rampasbadalah kemerdekaan seseorang, sampai PTDH pun anda akan menerima konsekuensinya, ingat itu," pungkasnya. (hotman)