Notification

×

Iklan

Iklan

LBH Minta Kejari Langkat Diperiksa Terkait Rendahnya Tuntutan Terdakwa Kerangkeng Manusia

Selasa, 15 November 2022 | 20:00 WIB Last Updated 2022-11-15T13:00:21Z

Sidang lanjutan terhadap 4 terdakwa berinisial DP, HS, IS dan HS dalam perkara kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin di PN Stabat. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Sidang lanjutan terhadap 4 terdakwa berinisial DP, HS, IS dan HS dengan Register Perkara Nomor: 467/Pid.B/2022/PN.Stb dan 468/Pid.B/2022/PN.Stb atas dugaan tindak pidana kekerasan/penyiksaan di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin (TRP) yang mengakibatkan SG dan ASI meninggal dunia telah memasuki sidang pembacaan tuntutan.


Adapun tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap para terdakwa yaitu 3 tahun penjara, dimana JPU dalam tuntutannya menyatakan jika para terdakwa secara sah bersalah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. 


Padahal para terdakwa sebelumnya didakwakan telah melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun atau selama-lamanya 7 tahun penjara.


LBH Medan menilai tuntutan JPU sangat ringan dan melukai rasa keadilan di masyarakat. 


"Seharusnya tindakan para terdakwa yang diduga telah menghilangkan nyawa para korban dituntut secara objektif sesuai aturan hukum yang berlaku. LBH Medan juga menduga ada kejanggalan dalam tuntutan dan ketidak seriusan JPU menangani perkara a quo," kecam Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra SH MH dalam keterangannya di grup WhatsApp, Selasa (15/11/2022).


Dikatakan Irvan, pertama, dalam dakwaanya para terdakawa melanggar 170 ayat (2) ke-3 KUHP atau 351 ayat (3) KUHP, hal ini menggambarkan jika dakwaan yang disusun oleh JPU telah cermat, jelas dan lengkap sesuai dengan pasal 143 KUHAP. Namun anehnya ketika tuntutan jaksa menyatakan jika para terdakwa secara sah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

 

Kedua, tuntutan JPU sangat ringan dimana ancaman pasal tersebut 7 tahun penjara, tetapi dituntut 3 tahun penjara artinya tidak sampai setengah dari ancamannya. 


Ketiga, diketahui dalam pemberitaan jika JPU menyatakan terharu atas restitusi yang dilakukan oleh para terdakwa hal ini menggambarkan ketidakobjektifan JPU dalam perkara a quo yang seharusnya berdiri bersama korban.


"Keempat, seharusnya agenda sidang tuntutan pada 9 November 2022, namun ditunda menjadi tanggal 14 November 2022 dan Kelima, diketahui sidang dilaksanakan jam 18.00 WIB.  Padahal perkara ini sangat mendapatkan perhatian publik secara nasional (viral) namun disidangkan di waktu yang sangat sore. Hal ini semua menggambarkan adanya kejanggalan dalam tuntutan JPU," bebernya.


Terkait banyaknya kejanggalan tersebut, LBH Medan secara tegas meminta kepada Jamwas (Jaksa Muda Pengawas) Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan RI untuk memeriksa dan menindak Kajari, Kasi Pidum dan JPU dalam perkara a quo.


"Karena menurut hukum tuntutan JPU telah melukai rasa keadilan masyarakat dan bertentangan dengan Surat Edaran Kepala Kejaksaan Agung R.I Nomor: SE-001/J-A/4/1995 atau Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Penuntutan. Jika hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius maka akan sangat berdampak kepada kepercayaan publik terhadap institusi kejaksaan terkhusus Kejari Langkat," tegasnya


LBH Medan juga meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara a quo, untuk tidak mempertimbangkan tuntutan JPU atau bahkan mengabaikannya, seraya memberikan putusan yang berkeadilan kepada korban dan masyarakat demi tegaknya hukum.


"Karena tindakan para terdakwa diduga telah melanggar Undang-undang Dasar RI tahun 1945 dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 28A UUD 1945 Jo Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Jo Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torturead Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia)," pungkasnya. (sh)