Notification

×

Iklan

Iklan

Tak Punya Uang Buat Makan, Kejatisu Hentikan Penuntutan 4 Perkara Dengan RJ

Selasa, 01 November 2022 | 19:13 WIB Last Updated 2022-11-01T12:13:52Z

Ekspose perkara yang dihentikan secara restoratif justice di Kantor Kejati Sumut. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Sesuai dengan seruan Jaksa Agung yang dituangkan dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ), Kejati Sumut kembali hentikan 4 perkara dari Kejari Simalungun, Kejari Langkat dan Kejari Serdang Bedagai (Sergai).


Ekspose perkara dilakukan, Senin (31/10/2022) secara daring oleh Kajati Sumut Idianto, SH,MH, didampingi Aspidum Arief Zahrulyani SH, MH, Kepala Kejaksaan Negeri Langkat Mei Abeto Harahap, SH,MH, Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A.Tarigan, SH,MH, Kasi Oharda Zainal, Kasi Terosisme dan Hubungan Antar Lembaga Yusnar Hasibuan, SH,MH, Kasi Pidum Kejari Langkat Ahmad Effendi Hasibuan, SH,MH  kepada JAM Pidum Kejaksaan Agung RI Dr. Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani, SH, MH dan disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif.


Kajari Simalungun Bobbi Sandri dan Kajari Sergai M Amin beserta Kasi Pidum dan JPU juga mengikuti ekspose secara daring dari kantor kejari masing-masing.


Saat dikonfirmasi, Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, Selasa (1/11/2022) menyampaikan, bahwa perkara yang diajukan kepada JAM Pidum adalah perkara dari Kejari Langkat terdiri dari 2 berkas perkara atas nama tersangka Tokid dan Satrio yang disangka melanggar Pasal 11 subs 107 UU RI No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. 


"Berdasarkan kronologisnya, tersangka Tokid dan Satrio tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masuk ke dalam kebun sawit milik PT.PP Lonsum Turangi Estate, dan melihat ada brondolan sawit yang jatuh dari pohon sawit, lalu tersangka mengambil/mengutip/memanen dan menjual brondolan sawit tersebut tanpa ijin," papar Yos.


Kemudian, lanjut Yos perkara dari Kejari Simalungun atas nama tersangka Darwin Aritonang warga Pematang Tanah Jawa melakukan penganiayaan terhadap saudaranya sendiri Mangatas Aritonang. Tersangka disangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.


Perkara lainnya adalah dari Kejari Sergai dengan tersangka Irwansyah Als Iir Desa Tanjung Harap dan korbannya Zulfan warga Desa Sennah.


"Tersangka Irwansyah dikenai Pasal 362 KUHPidana 'Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam dengan pencurian'. Sepeda motor milik tetangganya yang dicuri belum sempat dijual," papar Yos.


Setelah melihat beberapa hal, pelaksanaan keadilan restorative dilakukan setelah adanya syarat pokok yang harus terpenuhi, diantaranya: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun; tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000.


"Harapan kita, melalui pendekatan keadilan restoratif korban dan pelaku tindak pidana diharapkan dapat mencapai perdamaian dengan mengedepankan win-win solution, dan menitikberatkan agar kerugian korban tergantikan dan pihak korban memaafkan pelaku tindak pidana," jelasnya.


Keempat perkara, lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini, disetujui untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif.


"Seperti perkara dari Kejari Langkat, antara tersangka dan pihak perkebunan sudah sepakat berdamai. Kemudian dari Kejari Simalungun, antara tersangka dan korban masih saudara kandung. Dari Kejari Sergai, antara tersangka dan korban saling kenal dan masih bertetangga," kata Yos. (sh)