Notification

×

Iklan

Iklan

Tuntutan Jaksa Kejatisu 9 Tahun Penjara Buat Mujianto Dinilai "Ketinggian"

Sabtu, 19 November 2022 | 12:03 WIB Last Updated 2022-11-19T05:05:36Z

Konglomerat Medan, Mujianto menatap tajam ke arah jaksa penuntut umum dari Kejati Sumut yang membacakan nota tuntutannya di Pengadilan Tipikor Medan. (Foto: Istimewa)

ARN24.NEWS
– Tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) 9 tahun penjara terhadap Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman dan konglomerat Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR), di Ruang Sidang Cakra 8 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (18/11/2022) malam kemarin, dinilai mengada-ada.


"Bagaimana logika hitung-hitungan kerugian keuangan negaranya? Saya juga nggak mengerti," kata Surepno Sarpan selaku ketua tim penasihat hukum (PH) Mujianto menjawab terkait tuntutan terhadap kliennya tersebut. 


Sebab fakta hukum terungkap di persidangan, kata Sarpan, 93 Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) atas nama PT ACR sebelumnya menjadi agunan di salah satu bank plat merah Cabang Deli Serdang merupakan kewajiban Canakya Suman untuk melunasinya sebagai pembeli.


Ke-93 SHGU tersebut kemudian dijadikan Canakya Suman sebagai agunan ke salah satu bank pemerintah di Kota Medan untuk pembangunan perumahan Takapuna Residence di kawasan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. 


Katanya, konstruksi hukumnya adalah yang menggunakan dana untuk konstruksi pembangunan Takapuna Residence yang progresnya sudah 70 persen adalah Canakya Suman dan tidak satu pun aliran dana kepada Mujianto. 


"Nggak mungkin bisa dibangun konstruksi kalau tidak ada lahan. Jadi, di mana kesalahan peruntukannya?," sebut Sarpan.


Menurutnya, dalam perkara ini adalah kredit macet atas nama Canakya Suman selaku debitur. Bukan tindak pidana korupsi. Sebab uang pengganti (UP) yang dibebankan kepada Canakya Suman Rp14,7 miliar bukan kerugian negara tapi kerugian pihak bank karena kredit macet.


"Perkara ini adalah perbankan yang isinya kredit macet yang tunggakannya atau sisa utang pokok yang belum dibayar adalah Rp14,7 miliar. Itu pun tanpa perhitungan beban bunga dan denda. Kalau kerugian keuangan negara, seharusnya sesuai dengan fakta di lapangan yakni sebesar Rp39,5 miliar. Dari mana logika hitung-hitungannya? Yang ditransfer Canakya Suman ke Mujianto Rp13,4 miliar untuk membayar kredit di bank tapi kok dinilai kerugian keuangan negara? Saya juga gak ngerti ini," tambah Sarpan.


Demikian halnya dengan 11 SHGB yang disita oleh jaksa. Bila itu dijadikan sebagai alat bayar, menurutnya kredit macet dari debitur Canakya Suman untuk pembangunan perumahan Takapuna Residence tidak sampai Rp14,7 miliar.


"Jadi ketinggian itu (jeratan TPPU dengan tuntutan jaksa 9 tahun penjara," tandas Sarpan.


Diketahui pada persidangan itu, kedua terdakwa ini sama-sama dituntut Tim JPU Pidsus dari Kejati Sumut selama 9 tahun penjara. Bagi Canakya Suman yang dihadirkan secara video teleconference juga dituntut pidana denda Rp500 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan) selama 5 bulan.


JPU dari Kejati Sumut Isnayanda dalam surat tuntutannya mengatakan, dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.


Terdakwa Canakya Suman juga dituntut dengan pidana tambahan membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp14.775.000.000. Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. 


"Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara," sebut jaksa Isyananda.


Sementara terdakwa Mujianto yang hadir langsung ke persidangan juga dituntut 9 tahun bui. Bedanya, Mujianto dituntut pidana denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Serta membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp13.400.000.000 subsidair 4 tahun dan 3 bulan penjara. 


Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair kesatu. Dan dakwaan kedua, Pasal 5 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).


Hakim ketua Immanuel Tarigan didampingi anggota majelis Eliwarti dan Rurita Ningrum pun melanjutkan persidangan memberikan kesempatan kepada Canakya Suman dan Mujianto untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan tersebut pada, Senin (28/11/2022) mendatang. (sh)